Capres Survei

Senin 07-03-2022,08:16 WIB
Reporter : Tomy C. Gutomo*
Editor : Yusuf Ridho

DALAM setahun terakhir, survei popularitas dan elektabilitas calon presiden berseliweran di media. Perang survei sedang terjadi. Baik survei yang didanai tokoh yang ngebet ingin jadi capres maupun survei yang dirilis sebagai barang dagangan lembaga survei. Saat ini sebagian lembaga survei gencar memublikasikan hasil surveinya agar eksistensinya direspons oleh para kandidat.  

Banyak lembaga survei baru bermunculan. Makin banyak jumlahnya. Hasil surveinya bisa berbeda-beda. Masyarakat yang bingung menentukan lembaga survei mana yang layak dipercaya. Kalau sudah seperti itu, akhirnya seseorang akan cenderung memercayai apa yang ingin mereka percaya.

Suka tidak suka, hasil survei bisa memengaruhi persepsi publik terhadap capres tersebut. Kandidat capres yang sering mendapat posisi atas tentu lebih diuntungkan. Mereka akan semakin populer. Apalagi kalau semua media kemudian memuat rilis survei tersebut.

Nama-nama yang muncul dalam sejumlah rilis lembaga survei selama ini memang itu-itu saja. Namun tiga besarnya mengerucut pada tiga nama: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Itu kalau surveinya menggunakan metode kuantitatif.

Dalam survei kualitatif ternyata hasilnya bisa beda. Lihat saja hasil survei Politica Research and Consulting dan Parameter Politik Indonesia (PRC-PPI) yang dirilis Minggu (6/3).  Nama Prabowo dalam hilang tiba besar klasemen. Tiga besar dari rilis tersebut adalah Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno. 

Apakah capres 2024 adalah mereka yang menduduki papan tas survei selama ini? Belum tentu. Mereka semua itu statusnya masih capres survei. Bukan capres beneran. Mereka disukai masyarakat saat ini. Situasi terus berkembang. Akan ada banyak faktor yang memengaruhi pilihan publik.

Bisa saja mereka yang kini duduk di papan atas survei justru tidak menjadi capres. Misalnya karena tidak ada partai politik yang mencalonkan mereka. Dan peluang itu ada. Ganjar Pranowo misalnya. Gubernur Jawa Tengah itu belum mendapat restu dari DPP PDIP. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri belum memberi lampu hijau kepada Ganjar.

Bahkan yang terlihat di publik, Ganjar tidak direstui oleh PDIP. Padahal Ganjar adalah kader PDIP asli. PDIP diperkirakan menginginkan mengusung Puan Maharani. Namun, hasil survei Puan tidak pernah menggembirakan. Padahal kalau dilombakan, Puan mungkin menjadi juara pemasang baliho terbanyak.

Ganjar tentu berharap nasibnya seperti Jokowi. Dulu Jokowi juga kelihatan kurang diinginkan Megawati. Apalagi saat itu Megawati masih penasaran setelah tiga kali kalah dalam perebutan kursi RI-1. Kalah oleh Gus Dur pada 1999, kalah di Pilpres 2004 dan 2009.  Tapi sebagian besar elite PDIP saat itu menginginkan Jokowi. Popularitas Jokowi sedang tinggi-tingginya. Megawati pun luluh dan merestui Jokowi sebagai petugas partai.

Kondisi serupa dialami Anies Baswedan. Ia belum punya kendaraan politik. Santer terdengar Anies akan bergabung ke Partai Nasdem setelah lengser dari gubernur DKI Jakarta. Belum tentu jadi juga. Namun, yang pasti adalah mantan ketua umum Senat Mahasiswa UGM itu akan lengser tahun ini. Dan saat lengser, panggung politiknya redup. Belum lagi kalau ada yang terus mencari-carikan kasus untuk Anies.

Tingginya elektabilitas tokoh berdasarkan survei tidak otomatis menjadikan tokoh tersebut sebagai capres. Tetap partai politik yang akan menentukan. Namun, dengan modal elektabilitas yang tinggi, tokoh tersebut berpeluang besar menjadi capres. Hanya partai aneh yang menolak kandidat dengan elektabilitas tinggi. Dan ini pernah terjadi di Indonesia. Pada 2013 ada partai politik yang mengadakan konvensi capres tapi tidak mengumumkan hasil konvesinya.

Publik sebaiknya juga tidak menjadikan hasil survei elektabilitas sebagai patokan dalam menentukan pilihan. Hasil survei sangat dinamis. Nantinya, bila tokoh-tokoh itu dibuat berpasang-pasangan, hasilnya akan beda lagi. Jadi sebaiknya jangan buru-buru menentukan pilihan capres.

Lebih baik sekarang mengumpulkan rekam jejak para kandidat capres tersebut. Rekam jejak adalah alat yang paling objektif untuk menilai seseorang. Bagi yang sedang suka dengan Prabowo misalnya, segera kumpulkan capaian-capaian menteri pertahanan itu. Begitu juga dengan para "celeng" juga silakan mencatat apa saja prestasi Ganjar di Jawa Tengah. Begitu juga Anies lovers, silakan mengoleksi prestasi-prestasi Anies.

Masih cukup waktu untuk menimbang lagi capres pilihan Anda. Terutama bagi Anda yng bukan tim sukses. Apalagi Anda juga bukan buzzer. Begitu mubazir energi dibuang hanya untuk bertikai tentang capres survei yang belum tentu jadi capres beneran pada 2024. Bisa jadi antar capres survei ini nanti berpasangan pada Pilpres 2024. (*)

*) Pemimpin Redaksi Harian Disway

Tags :
Kategori :

Terkait