”Big data” versi Luhut Binsar Pandjaitan menghebohkan. Celetukan di YouTube itu ditanggapi serius. Para tokoh. Tujuh LSM bereaksi. Apalagi, para politikus, menghamburkan kritik. Seru. Asal, jangan ada yang berantem.
DATA heboh itu diungkap Luhut (menteri koordinator maritim dan investasi) dalam kapasitas pribadi. Saat bincang santai di podcast Dedy Corbuzier, Jumat (11/3).
Kata Luhut, berdasarkan big data, ada 110 juta rakyat Indonesia yang menyatakan setuju Pemilu 2024 ditunda.
Luhut: ”Karena begini, kita kan punya big data. Saya ingin lihat. Kita punya big data. Dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta. Macam-macam, Facebook, segala macam-macam, juga Twitter. Kira-kira orang 110 juta lah.” Yang setuju Pemilu 2024 ditunda.
Dilanjut: ”Kalau kalangan menengah ke bawah, itu pokoknya pengin tenang. Pengin bicaranya ekonomi. Tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret lah, cebong lah, kadrun lah. Itu kan menimbulkan tidak bagus. Masak terus-terusan begitu?”
Tumben, Luhut bicara hal sensitif. Khususnya, buat para politikus. Topik itu sensitif bagi para politikus. Dan pengikutnya.
Kalau rakyat, memang betul kata Luhut. Terpenting ekonomi.
Jelasnya, rakyat bisa makan cukup, kebutuhan sandang-pangan cukup, sekolah dan pengobatan murah, yang nganggur bisa dapat kerjaan. Untuk itu, butuh stabilitas keamanan. Menuju stabilitas ekonomi. Pascapandemi yang sudah dua tahun ini.
Nah, politikus, big data itulah yang menyinggung sandang-pangan mereka. Jika diusik, mereka bisa beraneka ragam. Bisa mengerahkan massa, protes, demo, minimal menggalang opini, menentang.
Sebab, pemilu itu milik politikus. Kepentingan mereka. Bukan rakyat. Yang dibalut dalam kata ”pesta demokrasi”. Kata ”pesta” berarti dapat kaus gambar orang, gambar partai. Dapat nasi bungkus sekali makan, waktu kampanye. Plus bekas uang, yang habis dibelanjakan dalam satu-dua hari.
Dalam perspektif rakyat, siapa pun presidennya, atau siapa pun anggota DPR-nya, ya tetap saja. Penganggur tetap menganggur. Yang sulit beli makan tetap kelaparan. Mustahil, seperti sulapan, mendadak jadi kaya. Kecuali dalam janji-janji (kosong) politikus.
Tapi, tunggu dulu. Kalau politikus dari partai-partai, pastilah menentang. Tapi, ada tujuh LSM menentang big data Luhut. Meskipun, big data bukan pernyataan resmi Luhut selaku pejabat tinggi negara.
Dikutip dari Change.org, Minggu (13/3), ada petisi menentang penundaan pemilu. Dibuat tujuh LSM, yang namanya seru-seru:
Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP). Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI). Komite Pemantau Legislatif (Kopel). Konstitusi Demokrasi (Kode). Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT). Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Nama-nama LSM itu serius semua. Sebelum mendirikan LSM, pasti mereka sudah berpikir. Bukan seperti WIB (Waktu Indonesia Bercanda) yang dibintangi pelawak Cak Lontong.