Poker Bluffing Luhut vs Haris-Fatia Jadi Nostalgia

Senin 21-03-2022,04:00 WIB
Editor : Yusuf M. Ridho

Mereka dijadwalkan diperiksa di Polda Metro Jaya Senin, 21 Maret 2022. Mulai pukul 10.00 WIB. Entah, langsung ditahan atau tidak.

Alasan penyidik menahan tersangka ada dua: 1) Agar tidak menghilangkan barang bukti. 2) Agar tidak melarikan diri.

Alasan nomor satu sudah gugur karena barang bukti tayangan YouTube ada di tangan penyidik. Juga, para saksi dan saksi ahli sudah di tangan penyidik. Tinggallah alasan nomor dua. Sepenuhnya kewenangan penyidik Polri.

Ada meleset paham di sini. Dalam perspektif Haris-Fatia, di negara demokrasi Indonesia, semua orang bebas berbicara, termasuk melontarkan kritik. Terhadap siapa saja, termasuk pejabat tinggi negara.

Kebebasan berbicara di Indonesia dijamin Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28. Bahwa, semua warga negara bebas mengeluarkan pendapat. Baik lisan maupun tulisan, tanpa takut-takut.

Sebaliknya, tidak ada kebebasan absolut. Bahkan, di negara paling bebas sedunia (Amerika Serikat) pun, tidak berlaku kebebasan mutlak.

Di Indonesia, UUD 1945, pasal 28G menyatakan: Kehormatan dan martabat orang merupakan hak konstitusional. Dilindungi UUD 1945 juga.

Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berbunyi: ”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, yang merupakan hak asasi.”  

Jika Haris-Fatia bermaksud mengkritik Luhut, sesuai konstitusi, harus disampaikan melalui pers.

Seumpama mereka tidak percaya pada pers Indonesia, lalu bersikukuh menggunakan medsos, ya... bisa juga meniru prosedur pers dalam menyajikan kritik. Berjuang lebih berat. Tunduk pada teori dialektika karya Hegel.

Urutan harus ditaati: 1) Data. 2) Konfirmasi 3) Publikasi. Sedangkan, Haris-Fatia mengabaikan urutan nomor dua. Langsung meloncat ke publikasi.

Seandainya Haris-Fatia berperan sebagai jurnalis, meniru cara jurnalis profesional bertugas, mendatangi rumah Luhut, untuk konfirmasi, itulah cara yang benar.

Ulasan di atas ini sekarang sudah jadi masa lalu. Nostalgia. Ibarat poker bluffing, itu sudah berlalu. Masuk tahap berikutnya. Konflik hukum sudah dimulai. Sekaligus jadi tontonan publik yang belajar demokrasi. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait