Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyambut baik kebijakan itu. Naiknya tarif PE dan BK atas CPO dan produk turunannya bisa menjadi langkah yang efektif. Terutama untuk mengatasi macetnya distribusi minyak goreng di pasar domestik. Apalagi mengingat harga minyak nabati dunia begitu fluktuatif.
“Manuver pemerintah itu bisa bikin harga CPO domestik lebih murah ketimbang harga internasional,” ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam keterangan tulisnya kemarin. Itu akan sangat menguntungkan bagi para industri hilir CPO dalam negeri. Sebab, kapasitas serapan produksi CPO domestik bisa meningkat hingga 60 persen.
Artinya, harga domestik yang rendah itu bisa menjamin kelancaran pasokan minyak goreng di pasar. Tidak perlu lagi DMO. Sehingga para investor pun bakal tertarik. Sebab, mereka bisa mendapatkan CPO dengan harga lebih murah. “Industri hilir dalam negeri bakal menguat. Karena ada jaminan pasokan dengan harga yang terjangkau,” jelasnya.
Sebelumnya, pasokan minyak goreng ke pasar memang terhambat. Itu disebabkan oleh selisih harga yang terlalu jauh antara harga domestik dan internasional. Terutama sejak harga eceran tertinggi (HET) diberlakukan pada Februari lalu.
Oleh karena itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menaikkan tarif PE dan BK. Rencananya, dari seluruh perolehan itu diperuntukkan membiayai subsidi minyak goreng curah dari pemerintah. Yakni dengan harga yang dipatok di pasar sebesar Rp14.000 per liter atau setara dengan Rp15.500 per kilogram. (Salman Muhiddin/Mohamad Nur Khotib)