JAKARTA-HARIAN DISWAY- Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea meng-upload sebuah video di Instagram pribadinya. Dalam video itu, telihat seorang anak perempuan berjongkok di hadapan pengacara asal Medan itu. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia adalah Nabila. Anak terpidana Paidi bin Abdul Roni.
Di sampingnya juga terlihat ibu anak itu yang terus mengusap matanyi. Mereka mengadu kepada Hotman terkait putusan yang diberikan hakim di Pengadilan Negeri (PN) Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, kepada Paidi. Yakni, delapan tahun dan enam bulan penjara.
Juga, denda Rp 100 juta. Paidi dituduh telah memerkosa keponakannya. Putusan itu diberikan hanya berdasar pada satu alat bukti. Hanya mendengar keterangan dari korban berinisial MR. ”Tidak ada bukti lainnya,” kata M. Ali, penasihat hukum Paidi, saat dihubungi Harian Disway, Minggu 5 Juni 2022.
Mereka ke Jakarta lantaran dipanggil Hotman Paris. Karena video yang mereka unggah ke beberapa sosial media.
Pukul 22.00, mereka berangkat dari Lampung ke Jakarta dengan menggunakan mobil. Minggu pagi mereka sampai di Jakarta. Langsung bertemu Hotman di Kopi Joni. Di sana Nabila dan ibunyi langsung menceritakan kronologi yang menimpa Paidi.
”MR itu halusinasi. Dia itu tidur dengan pacarnya. Tapi malah fitnah kalau diperkosa klien saya. Kami ini ingin mencari keadilan. Klien saya diputus bersalah hanya berdasarkan satu alat bukti. Seharusnya kan ada dua alat bukti. Lagi pula, kenapa jaksa malah P-21 perkara ini,” ucapnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan menuntut Paidi pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76D UU 17/2016. Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Ali menceritakan, MR sebenarnya sering tinggal di rumah kliennya. Yakni, di Kampung Penawarrejo. Perempuan berusia 16 tahun itu rencananya melanjutkan sekolah di dekat rumah Paidi. Juga, berencana tinggal di rumahnya.
Namun, dari cerita yang didapatkannya, saat tinggal di rumah tersebut, tingkah laku MR kurang baik. Sering keluar dengan seorang pria. Pulang larut malam. Sekitar pukul 22.00 baru tiba di rumah. ”Melihat tindakan itu, klien saya tidak mengizinkan MR nginap di rumahnya lagi,” ucapnya.
Tak lama kemudian, mereka mendengar bahwa ayah MR meninggal dunia. Ibu MR mengundang Paidi dan keluarganya datang untuk yasinan 100 hari meninggal suaminyi. Yasinan itu dilakukan 29 Juli 2021. Mereka pun berniat mendatangi yasinan tersebut.
Pukul 17.20, mereka berangkat dari kediaman mereka. Jaraknya ke rumah MR sekitar 30 kilometer. Memakan waktu 30 menit. Sesampai di rumah MR di Kabupaten Mesuji, ternyata tidak ada yasinan. ”Mereka mengatakan berbagai alasan,” bebernya.
Tidak lama mereka di sana. Pukul 18.30 kliennya kembali pulang. Namun, di dalam dakwaan jaksa, pemerkosaan itu dilakukan kliennya pukul 16.30. ”Saat itu pastinya klien saya masih di rumah. Bagaimana ia bisa melakukan tindakan tersebut. Itu yang kami ingin uji,” tegasnya.
Atas putusan tersebut, ia akan melakukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungkarang, Bandar Lampung. ”Besok (hari ini, Red) kami mendaftar ke PN Menggala dulu. Sambil kami menyusun memori bandingnya. Kan masih ada waktu 14 hari ke depan,” tambahnya. (*)