SALAH satu srikandi bulu tangkis Indonesia adalah Ivanna Lie. Yang lahir di Bandung dengan nama Tionghoa: Lie Ing Hoa (李英华). Yang berjaya di tahun 1980-an. Yang tidak hanya lihai bermain di nomor tunggal putri, namun juga piawai di ganda putri serta ganda campuran.
Ivanna bukan berasal dari keluarga berada. Kedua orang tuanyi, Lie Tjung Sin dan Kiun Yun Moi, sama-sama perantau dari Tiongkok. Untuk menghidupi anak-anaknyi, mama Ivanna jualan kue keliling. Setiap harinya, Ivanna kerap cuma makan nasi. Tanpa lauk. Itu pun mesti berbagi dengan delapan saudaranyi.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Ketua Yayasan Hakka Aceh Kho Kie Siong: Zhu Ren Wei Le
Bakat bulu tangkis Ivanna sudah terlihat sejak belia. Waktu dia kelas 5 SD, ada lomba bulu tangkis. Tingkat SD. Se-Bandung. Ivanna, yang lagi demam bulu tangkis sehabis mengetahui Rudy Hartono menjuarai All England 1968, langsung ikut. Tanpa dinyana, Ivanna juara satu. Dia makin termotivasi. Apalagi biaya sekolahnyi dan latihannyi di Klub Mutiara Bandung mendapat keringanan setelah kejuaraan ini.
Seiring masa, nama Ivanna kian mengemuka. Terutama mulai tahun 1979 --karena memenangkan Denmark Open 1979 dan SEA Games 1979.
Sebelum gantung raket pada pada 1990, Ivanna tercatat tiga kali berhasil mempertahankan medali emas bersama kontingen bulu tangkis Indonesia di tahun 1981, 1983, dan 1985. Dengan tim Piala Uber Indonesia, dia mencicipi runner up sebanyak tiga kali juga di tahun 1978, 1981, dan 1986. Runner-up beregu Asian Games pun sempat dia kantongi di tahun 1978.
Walau demikian, segudang prestasi Ivanna tersebut bukan digapainyi dengan jalan mulus-mulus saja. Banyak rintangannya.
Kendati mengharumkan Ibu Pertiwi, Ivanna lima tahun tak diakui sebagai WNI. Dia terpaksa stateless. Tak punya kewarganegaraan. Lantaran orang tuanyi tidak memiliki cukup uang untuk mengurus SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia). Yang diwajibkan Orde Baru kepada seluruh etnis Tionghoa. Bila mau resmi dianggap pemerintah sebagai warga negara Indonesia.
Terlepas dari semua asam garam kehidupan yang dicecapnyi, Ivanna mengaku senantiasa bersyukur dan berusaha melihatnya dari sisi positif. Yang penting, kata Ivanna yang sempat menjadi staf khusus menpora, “Selalu berusaha dan kerja keras untuk mengubah nasib. Tapi, kerja keras tanpa doa dan berkat Tuhan tidak akan membawa kedamaian.”
Sebab, Ivanna tampaknya percaya betul pada apa yang ditulis kitab I Ching, “天道酬勤” (tiān dào chóu qín): Tuhan akan memberikan karunia sesuai kadar kesungguhan manusia. (*)