Silang Pendapat Pencabutan Izin Ponpes Shiddiqiyyah

Senin 11-07-2022,05:00 WIB
Reporter : Michael Fredy Yacob
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Kabar tentang aksi cabul yang diduga dilakukan M. Subchi Azal Tsani alias Bechi mulai bergeser dengan penutupan Ponpes Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah. Banyak yang menyayangkan tindakan penutupan pondok pesantren tersebut karena dianggap tidak memperhatikan masa depan para santri di sana. Namun, langkah pemerintah tersebut dibenarkan undang-undang.

----

SUDAH beberapa hari ini Pondok Pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah tidak beroperasi. Semua santri dan santriwati di ponpes itu sementara waktu diliburkan terlebih dahulu. Itu imbas dari tindakan yang dilakukan para peserta didik di sana yang menghalang-halangi kepolisian.

Kementerian Agama (Kemenag) menilai, tindakan mereka sangat fatal. Dianggap melindungi pelaku kejahatan. Alhasil, di hari penangkapan Moch. Subchi Azal Tzani alias Bechi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono mencabut izin ponpes itu.

M. Sholehuddin, salah seorang dosen hukum Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubaya), pun angkat bicara tentang tindakan tersebut. Menurutnya, tindakan yang dilakukan Kemenag hanyalah hukum administrasi. Itu juga sah dilakukan.

Kemenag tentu tidak sembarangan mengeluarkan kebijakan tersebut. Sebab, keputusan itu menyangkut orang banyak juga. ”Mereka menilai dalam permasalahan Subchi melibatkan santri di sana,” katanya, Minggu, 10 Juli 2022.

Andai saja Subchi tidak melibatkan peserta didik di ponpes itu, Sholehuddin yakin ponpes itu masih beroperasi hingga saat ini. Sebab, yang terlibat dalam kasus tersebut hanyalah putra Kiai Muchtar Mu’thi. ”Coba saja ia kooperatif, tidak akan seperti ini. Akhirnya, yang menjadi korban orang banyak,” terangnya.


PETUGAS Resmob Polda Jatim saat menggeledah pondok mencari keberadaan buronan.-humas polda jatim-

Namun, ia tidak berani berspekulasi adakah kemungkinan izin tersebut akan dikembalikan atau tidak. Namun, yang pasti, Kemenag melakukan itu berdasarkan Peraturan Menteri Agama No 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.

Juga, Undang-Undang No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. ”Dalam aturan itu semua ada. Nanti dinilai oleh Kemenag, apakah ponpes itu masih layak jika izinnya dikembalikan atau tidak. Atau tindakan yang dilakukan sekarang hanya bagian dari efek jera,” tambahnya.

Di sisi lain, Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Dirmanto sudah menetapkan lima tersangka. Mereka diduga telah menghalangi proses penangkapan Subchi. Mereka adalah DD, WH, MR, MN, dan SA. Kelimanya memiliki peran yang berbeda.

DD, misalnya. Ia merupakan sopir pribadi tersangka pencabulan itu. Saat penangkapan Minggu, 3 Juli 2022, DD adalah orang yang menabrak personel Satuan Polisi Lalu Lintas (Satlantas) Polres Jombang. Ketika itu mereka berniat mengamankan lalu lintas saat proses penangkapan Subchi.

Lalu, tersangka WH diduga telah menabrak barikade petugas di pintu ponpes dengan menggunakan sepeda motor. 

Beda lagi dengan MR. Ia merupakan warga Ploso, Jombang. Ia merupakan pelaku penyiraman kopi panas kepada Kasatreskrim Polres Jombang. ”Bersyukur, Pak Kasat tidak mendapatkan luka serius,” ujar perwira menengah dengan melati tiga itu. 

Kemudian, MN merupakan warga Gunung Kidul. MN telah menghalangi barikade petugas dengan kekerasan.

”SA orang Lamongan. Ia memprovokasi dan menghalangi barikade petugas dengan kekerasan,” tambahnya. Dari lima nama tersebut, polisi baru menahan DD. Sebab, ia dinilai telah memenuhi unsur penyelidikan. Menabrakkan mobil Isuzu Panther ke personel saat proses penangkapan Subchi. 

Kategori :