SURABAYA, HARIAN DISWAY- Rompi oranye kini menghiasi badan M. Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi alias Mas Bechi. Ia merupakan terdakwa kasus pencabulan kepada santriwatinya. Kemarin, 18 Juli 2022, sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Agendanya pembacaan dakwaan.
Sebanyak 405 polisi disiagakan untuk menjaga jalannya persidangan perdana itu. Padahal, sidang tersebut diikuti terdakwa Bechi secara daring dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. Sidang itu juga tertutup untuk umum.
Penjagaan yang begitu ketat itu dilakukan untuk mengantisipasi loyalis pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah yang datang dan menghambat persidangan. Namun, tidak ada satu pun simpatisan terdakwa yang hadir di PN Surabaya.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutrisno dan hakim anggota Titik Budi Winarti serta Khadwanto. Ada 10 orang dalam tim jaksa penuntut umum (JPU). Salah satunya adalah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Mia Amiati.
Sidang dimulai pukul 09.40 di Ruang Cakra, PN Surabaya. ”Tadi (kemarin, Red) agendanya baca dakwaan. Tugas kami selaku JPU adalah melaksanakan ketentuan undang-undang berdasarkan penuntutan,” kata Mia seusai persidangan.
Dalam dakwaan itu, Bechi dijerat dengan pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan maksimal ancaman pidana 12 tahun penjara. Kemudian, pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun.
Dijeratkan pula pasal 294 KUHP ayat 2 dengan ancaman pidana 7 tahun juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. ”Kami menghormati jalannya persidangan yang dipimpin majelis hakim. Segala dakwaan akan dibuktikan dalam proses persidangan,” ungkap Mia.
Pembuktian hukum pidana adalah pembuktian yang berlaku di Indonesia. Ada empat poin. Pertama, pembuktian untuk meyakinkan hakim seutuhnya. Kedua, meyakinkan hakim dengan alasan yang rasional. Ketiga, meyakinkan hakim dengan hukum positif.
Artinya, ada alat bukti sesuai ketentuan dan terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terakhir adalah pembuktian negara dengan alat bukti cukup dan hakim harus punya keyakinan.
Mia juga menjelaskan, tim penasihat hukum Bechi sempat minta agar persidangan itu dilakukan secara onside. Artinya, terdakwa datang langsung ke ruang sidang. Namun, permintaan itu ditolak. Mia masih khawatir dengan persebaran Covid-19.
”Ada memang permintaan sidang offline dari penasihat hukum terdakwa. Pengajuan itu diberikan secara tertulis. Permohonan tersebut juga diberikan kepada majelis hakim. Tapi, kami tolak. Karena pandemi belum benar-benar hilang,” tegasnyi.
Sementara itu, I Gede Pasek Suardika, juru bicara tim penasihat hukum terdakwa, mengatakan keberatan dengan dakwaan dari jaksa. Ia pun bakal mengajukan eksepsi atau nota keberatan. ”Kami mendengarkan dakwaan jauh sekali. Saya kira itu saja. Nanti saya tanggapi dalam eksepsi,” ujar Gede Pasek.
Hingga saat ini, mereka belum mendapatkan salinan berita acara pemeriksaan (BAP). ”Tadi kami mengajukan kepada majelis hakim agar bisa mendapatkan BAP dari penyidik di kepolisian. Karena sampai sekarang kami belum memegang salinan itu,” jelasnya.
Ia berkeyakinan bahwa kliennya itu tidak bersalah melakukan tindak pidana seperti yang tertulis dalam dakwaan jaksa. Karena itu, ia bersama tim akan melakukan eksepsi. ”Jadi, buka saja semua peristiwa yang didakwakan itu. Fakta atau malah fiktif. Nanti itu kan teruji,” bebernya.
Ia pun sempat mempertanyakan alasan kliennya tidak dihadirkan dalam ruang sidang PN Surabaya. Advokat berdarah Bali itu juga sudah mengajukan permohonan untuk menghadirkan kliennya ke ruang sidang.