Protes terhadap komersialisasi kampus yang berlebihan sudah sering disuarakan. Eksploitasi dan perbudakan yang berlebihan oleh jurnal internasional terakreditasi sudah sangat sering disuarakan. Tapi, praktik itu tetap berjalan tanpa ada perbaikan.
Intelektual Rocky Gerung bukan guru besar. Namun, ia sering disebut profesor karena otoritas kepakarannya di bidang filsafat. Ia memilih keluar dari kampus dan mengembara ke tengah-tengah publik sebagai intelektual organik. Seorang dosen disebut guru besar karena badannya berukuran jumbo dengan berat di atas 1 kuintal.
Berbeda dengan banyak profesor tradisional yang hanya ongkang-ongkang di menara gading sambil menjadi pemburu Scopus, Rocky adalah ”profesor organik” dalam terminologi Gramsci, atau ”rauzan fikri”, manusia tercerahkan, dalam istilah Ali Shariati.
Para akademisi, dari dosen sampai guru besar, yang kerjanya cuma mengajar di kampus lalu pulang termasuk kategori ”dosen kupu-kupu” alias kuliah-pulang, kuliah pulang. Ada juga dosen yang kesibukannya cuma kuliah dan rapat setiap hari. Ia masuk kategori ”dosen kura-kura”, kuliah-rapat, kuliah rapat.
Dosen kunang-kunang lebih unik lagi. Saking sibuknya penelitian, kerjanya setiap hari nangkring di perpustakaan. Ia dijuluki dosen kunang-kunang, kuliah-nangkring, kuliah-nangkring. Dosen lainnya sibuk berburu KUM, nilai kredit dosen, sampai ”kusem” karena kerjanya tiap hari memang kusem, kuliah-seminar.
Dosen komersial adalah ”dosen kuda-kuda”, kerjanya kuliah-dagang, kuliah-dagang. Apa saja ia perdagangkan secara komersial. Ia juga suka sogok sana sogok sini untuk mengejar gelar sampai guru besar.
Kasus penangkapan Profesor Karomani menambah daftar suram dunia intelektualitas Indonesia. kecaman keras muncul dari berbagai kalangan. Karomani dianggap rakus mengumpulkan uang dengan cara haram. Ia pun dipelesetkan sebagai ”Profesor Karo-Money”. (*)