Hentikan Petaka di Sepak Bola: Aturan Tegas, Sanksi Harus Keras

Senin 03-10-2022,05:00 WIB
Reporter : Michael Fredy Yacob
Editor : Noor Arief/Gunawan Sutanto

SURABAYA, HARIAN DISWAY- ANDAI saja korban jiwa insiden kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang tak begitu banyak, mungkin kasus ini tak akan jadi perhatian banyak orang. Paling juga akan ramai seminggu. Kemudian menghilang tanpa kejelasan.

Contohnya sudah ada. Kasus kematian dua suporter Persib Bandung, Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin. Keduanya tewas terinjak-injak di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Kota Bandung. Insiden itu terjadi ketika Persib Bandung menjamu Persebaya di Piala Presiden. 

Indonesia Police Watch (IPW) sampai pernah meminta Presiden Joko Widodo turun tangan agar mendorong polisi secepatnya menuntaskan masalah itu. Nyatanya, sampai sekarang juga masih gelap.

Tidak adanya aturan yang tegas, plus diikuti sanksi keras membuat kejadian-kejadian serupa rentan terulang. Dan, tragedi di Stadion Kanjuruhan menjadi jawabnya.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso meminta kali ini polisi tak main-main. Ia mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, menganalisa sistem keamanan yang dilaksanakan personelnya.

Pasalnya, kericuhan dalam tragedi tragis itu terjadi bermula dari kekecewaan suporter tim tuan rumah yang turun ke lapangan. Mereka tak dapat dikendalikan oleh pihak keamanan atau kepolisian. "Akibatnya, suporter lainnya ikut turun," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Minggu 2 Oktober 2022. 

Ironisnya polisi menyikapinya dengan sangat represif. Polisi malah menembakkan gas air mata. Tindakan itu sontak menimbulkan kepanikan dari suporter. Mereka berupaya secepatnya keluar dari stadion. Sampai akhirnya nyawa melayang.

Penggunaan gas air mata di stadion sepak bola sebenarnya dilarang oleh aturan FIFA. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b. "Aturan itu disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas air mata dalam mengendalikan massa," kata Sugeng.

Oleh karena itu, IPW meminta Kapolri merespon cepat hal ini. Langkah awal dengan mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. Sebab, Ferli adalah orang yang bertanggungjawab pada keamanan di wilayahnya.

"Jangan sampai pidana dari jatuhnya suporter di Indonesia menguap begitu saja seperti hilangnya nyawa dua di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada Juni lalu," tegasnya. 

Ferli tentu bukan satu-satunya orang yang wajib dimintai pertanggungjawaban. Apalagi menilik surat yang sudah ia keluarkan. Di mana Polres Malang meminta Arema FC mengajukan surat permohonan perubahan jam kick-off ke PT Liga Indonesia Baru (LIB). Dari pukul 20.00 ke pukul 15.30.

Pertimbangan itu masuk akal karena secara fisik dan psikis, petugas maupun suporter di jam-jam itu sudah mengalami masalah penurunan kemampuan. 

Arema sebenarnya sudah menempuh jalur permohonan perubahan jam kick-off. Tapi LIB tak menggubrisnya. Di sinilah LIB sebenarnya juga layak dimintai pertanggungjawaban. Mengapa mereka mengabaikan permohonan perubahan jam kick-off yang diajukan Arema dan Polres Malang.

Sejauh ini polri belum bertindak cepat. Meskipun Kapolri sudah berada langsung di Malang. Ia hanya berjanji akan membuat tim untuk mengusut tuntas kasus tersebut. “Hasilnya pasti akan kita umumkan di publik. Kami membawa tim untuk mengusut kasus ini. Termasuk SOP keamanan yang dilakukan saat melakukan pengamanan pertandingan itu. Jadi, saya mohon bersabar dulu,” bebernya.

Sejauh ini sanksi baru diberikan ke Arema. Sanksi ini datang dari PSSI. Klub kebanggaan warga Malang itu dijatuhi hukuman tidak boleh bertanding di kandang. Hukuman itu diberikan hingga akhir musim.

Kategori :