Reformasi Polri, Antara Kebutuhan dan Sekadar Keinginan

Reformasi Polri, Antara Kebutuhan dan Sekadar Keinginan

ILUSTRASI Reformasi Polri, Antara Kebutuhan dan Sekadar Keinginan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

ANGIN KENCANG kembali menerpa institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Mulai isu pergantian Kapolri hingga desakan reformasi total Polri. Hal itu mengemuka pasca-aksi massa anarkistis pada akhir Agustus–awal September lalu. 

Dilantiknya Jenderal Polisi (purn) Ahmad Dofiri oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai penasihat khusus bidang keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan reformasi Polri adalah bentuk keseriusan pemerintah memperbaiki institusi Polri

Di tengah upaya pemerintah merumuskan tim reformasi kepolisian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim Transformasi Reformasi Polri yang beranggota 52 orang yang diketuai Kalemdiklat Polri Komjen Pol Chryshnanda Dwilaksana. 

BACA JUGA:Prabowo Minta Komisi Percepatan Reformasi Polri Bekerja Taktis dan Transparan

BACA JUGA:Prabowo Lantik Ketua dan Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri

Langkah pembentukan tim internal tersebut memunculkan beragam tafsir, apakah sebuah pembangkangan atau pemberian jalan. Kini publik menunggu ketegasan Presiden Prabowo membentuk Komite Reformasi Kepolisian. 

Tertundanya pembentukan komite reformasi Polri  mengisyaratkan adanya tarik-menarik kepentingan politik di balik proses tersebut. 

Pertanyaan mendasar kemudian muncul, apakah reformasi Polri benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat atau sekadar keinginan kekuasaan? Masyarakat merindukan Polri yang profesional, responsif, egaliter, dan berkeadilan dalam menjaga kamtibmas. 

BACA JUGA:Prabowo Target Komisi Reformasi Polri Bisa Laporan Awal dalam 3 Bulan

BACA JUGA:Yusril: Komite Reformasi Polri Sepenuhnya Ditangan Presiden

Itulah kebutuhan publik yang sesungguhnya. Namun, jika reformasi hanya diarahkan pada perubahan struktur untuk melindungi kepentingan politik, semangat pembenahan institusi akan kehilangan maknanya. 

Menurut pengamat politik Alwi Dahlan, tuntutan reformasi Polri disebabkan rapuhnya tingkat kepercayaan publik sehingga sering tertinggal dari realitas faktual. Menurunnya kepercayaan publik disebabkan berbagai kasus penyalahgunaan wewenang, kekerasan aparat, hingga kasus korupsi, kolusi, nepotisme di internal Polri.

Masyarakat sesungguhnya tidak terlalu peduli apakah Polri berganti wajah dengan struktur baru atau wajah lama perilaku baru. 

BACA JUGA:Prabowo Tunda Pengumuman Tim Reformasi Polri, Ini Penjelasan Mensesneg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: