Sebagian besar muncul setelah polisi tingkat tinggi menggunakan insiden kekuatan mematikan. Beberapa pejabat kepolisian melakukan tindakan kriminal terang-terangan yang mengakibatkan protes nasional.
Pada saat yang sama, setiap tuduhan perilaku kriminal oleh polisi –yang sedang bertugas atau tidak– dimuat media massa dan mendapat perhatian besar publik. Misalnya, tindakan polisi yang tidak disiplin pada tugas.
Semuanya itu, baik terbukti palsu maupun tidak, meninggalkan noda pada profesi. Dan, itu harus dipikul polisi yang jujur dan berkomitmen.
Lewis: ”Polisi tidak dapat bertahan hidup tanpa kepercayaan publik. Polisi sudah disumpah untuk melayani masyarakat. Sangat penting, bahwa strategi pemolisian dan kepemimpinan yang efektif harus diterapkan dari atas ke bawah untuk dipertahankan terus-menerus.”
Dilanjut: ”Kepercayaan personel polisi terhadap pemimpin adalah yang terpenting. Jika petugas tidak memercayai pengambilan keputusan pemimpin mereka, mereka tidak dapat diharapkan bisa melaksanakan tugas dengan benar. Tugas yang tidak benar tergambar dari perilaku mereka yang buruk di mata publik.”
Kutipan terakhir itu persis dengan yang dikatakan Kapolri Jenderal Listyo.
Dikatakan, ”Ada pepatah, ikan busuk mulai dari kepala. Kalau pimpinannya bermasalah, bawahannya akan bermasalah juga. Pimpinan harus jadi teladan sehingga bawahannya akan meneladani. Karena kita tidak mungkin diikuti kalau kita tidak memulai yang baik. Kita tidak mungkin menegur kalau tidak jadi teladan, harus mulai dari pemimpin atau diri sendiri.”
Itu dikatakan Listyo di acara penutupan pendidikan Sespimti Polri Dikreg Ke-30, Sespimen Polri Dikreg Ke-61, dan Sespimma Polri angkatan ke-66 di Lembang, Jawa Barat, Rabu, 27 Oktober 2021.
Nasihat Listyo kepada bawahan setahun lalu itu terbukti sekarang. Kepercayaan masyarakat terhadap Polri merosot akibat kelemahan moral petinggi Polri.
Merosotnya kepercayaan publik terhadap Polri, antara lain, menghasilkan logika publik: Mendukung Bharada Eliezer yang tersangka pembunuhan. (*)