Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wahid, membawakan monolog karya M. Salahuddin. Monolog itu disertai oleh drama bersama aktivis jaringan Gusdurian dari Riau, Sumenep, Yogyakarta, Lombok, hingga Kuala Lumpur.
Penutupan Temu Nasional Gusdurian ditutup dengan orasi oleh Alissa Wahid. Menurut Alissa, Jaringan Gusdurian memberi lima resolusi dan rekomendasi terkait kondisi bangsa Indonesia saat ini. ”Pertama, kami mendesak pemerintah dan parlemen untuk memperluas ruang demokrasi,” ujarnyi.
Alissa Wahid berorasi saat penutupan Temu Nasional Gusdurian.-Boy Slamet-Harian Disway-
Upaya itu, kata Alissa, bisa dilakukan dengan berbagai macam hal. Di antaranya, merevisi undang-undang yang kontraproduktif terhadap keadilan ekonomi, jaminan ruang hidup, dan kebebasan berpendapat berekspresi. Beberapa UU yang dinilai bermasalah adalah UU Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Cipta Kerja, serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kedua, pemerintah harus menegakkan hukum yang mencerminkan keadilan dan pemenuhan hak-hak konstitusional. Yakni dengan menuntaskan pengusutan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pemulihan terhadap para korban. Termasuk memberantas korupsi, Polri, kejaksaan, dan kehakiman. Reformasi TNI, Polri, kejaksaan, dan kehakiman pun harus diupayakan.
”Ketiga, pemerintah daerah agar melaksanakan demokratisasi ekonomi yang inklusif, responsif gender, dan memperhatikan penyandang disabilitas,” tambah Alissa.
Keempat, Jaringan Gusdurian berkomitmen mengawal Pemilihan Umum 2024 agar rekonfigurasi kekuasaan terwujud. Yakni melalui pendidikan politik agar terhindar dari politik uang dan polarisasi sosial.
Kelima, Jaringan Gusdurian juga akan memperkuat konsolidasi masyarakat sipil. Itu sebagai upaya mengimbangi oligarki kelompok elite. Yakni dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam pendidikan politik dan pemberdayaan ekonomi.
”Kami turut mengadvokasi kasus-kasus rakyat. Dan akan membangun ruang-ruang dialog untuk memperkuat kohesi dan solidaritas,” tandas ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu. (*)