Umpama beda pendapat jaksa dan pengacara itu dilanjut, bisa masuk ranah SARA.
Tim peneliti psikologis, Maguen S., Metzler T.J., Litz B.T., Seal K.H., Knight S.J., dan Marmar C.R., dalam karya mereka, The Impact of Killing in War on Mental Health Symptoms and Related Functioning (2009), menyatakan: Polisi atau tentara yang membunuh orang pasti mengalami guncangan jiwa.
Disebutkan: ”Psikologis menyakiti orang lain atau mengambil nyawa orang dalam menjalankan tugas adalah kompleks. Pasti berdampak pada beberapa aspek kehidupan individu penembaknya.”
Pembunuhan itu sendiri sudah berdampak psikologis pada pelaku. Ditambahi dampak lain, berupa: Kejadiannya dimuat di media massa, media sosial, diketahui masyarakat luas, diadili, dan dihukum. Itu dampak tambahan dari dampak membunuh.
Maka, sekitar 87 persen pelaku kena (mengidap) posttraumatic stress disorder (PTSD). Itu sakit jiwa tingkat menengah-ringan, yang jika tidak diterapi, bisa jadi gila beneran.
Gejala PTSD ada empat.
1) Ingatan pada peristiwa traumatis.
Pengidap PTSD sering teringat peristiwa yang membuatnya trauma. Bahkan, penderita merasa seakan mengulang kembali kejadian tersebut. Ingatan peristiwa traumatis juga sering hadir dalam mimpi buruk sehingga penderita tertekan secara emosional.
2) Kecenderungan mengelak sebagai refleks.
Penderita PTSD enggan memikirkan atau membicarakan peristiwa yang membuatnya trauma. Maka, penderita akan menghindari tempat, aktivitas, dan orang yang terkait dengan kejadian traumatis tersebut.
3) Pemikiran dan perasaan negatif.
Penderita PTSD cenderung menyalahkan dirinya atau orang lain. Juga, kehilangan minat pada aktivitas yang dulu disukainya, dan merasa putus asa. Penderita jadi penyendiri, sulit menjalin hubungan dengan orang lain.
4) Perubahan perilaku dan emosi.
Penderita PTSD sering kali mudah takut atau marah meski tidak dipicu ingatan pada peristiwa traumatis. Perubahan perilaku itu membahayakan dirinya dan orang lain. Penderita juga sulit tidur dan berkonsentrasi.
Tim psikolog tersebut, dalam buku mereka, menyebutkan bahwa itu terbukti pada tentara yang pulang dari Perang Vietnam, Perang Teluk, dan Afghanistan. Juga, polisi yang pernah membunuh.
Dulu di Amerika Serikat (AS) banyak veteran perang yang gila. Kini mereka diterapi, sepulang perang. Sedangkan untuk polisi, di sana sudah ada lembaga yang menangani itu.