Pembunuhan berencana mensyaratkan antara timbulnya kesengajaan untuk membunuh orang lain dan pelaksanaan kesengajaan tersebut. Di antara itu, ada waktu (masa) bagi pembentuk delik bagi pelaku.
Maksudnya, ada waktu bagi pelaku untuk berpikir dengan tenang. Bagaimana cara melakukan pembunuhan? Lokasi di mana? Kapan?
Di buku itu tidak disebut durasi angka untuk waktu yang dianggap cukup. Jadi, bersifat relatif. Unsur terpenting adalah pelaku berpikir secara tenang merencanakan pembunuhan. Sampai pelaksanaan pembunuhan.
R. Soesilo dalam bukunya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (1996) menyebutkan mirip dengan buku karya Abidin dan Andi Hamzah. Tidak disebutkan durasi waktu.
Tapi, Sosilo punya tambahan: ”Tidak boleh sempit, tidak boleh terlalu lama.”
Tidak boleh sempit, artinya, kalau waktunya sempit berarti pelaku tidak berpikir dengan tenang. Merencanakan prosedur pembunuhan.
Tidak boleh terlalu lama, artinya, jika terlalu lama, bisa disimpulkan: Menghilangkan hubungan antara kehendak sampai pada pelaksanaan kehendak.
Misalnya, seseorang merencanakan pembunuhan terhadap korban sekarang. Kemudian, pembunuhan terjadi setahun kemudian. Disimpulkan: Kehilangan korelasi antara perencanaan dan pelaksanaan.
Di perkara Sambo, pada sidang perdana pekan lalu, dakwaan jaksa mengungkap bahwa Sambo awalnya menawari ajudannya, Bripka Ricky Rizal Wibowo, untuk membunuh Yosua. Namun, Ricky Rizal menolak. Alasan: Tidak kuat mental.
Kemudian, Sambo menawari Bharada Richard Eliezer yang kemudian menyatakan ”Siap komandan”. Akhirnya, Eliezer menembak Yosua tiga kali. Disusul tembakan Sambo satu kali, kena kepala tembus hidung.
Sidang Sambo masih dalam proses. Pertentangan antara perlu atau tidaknya motif akan diuji dalam sidang. (*)