SURABAYA, HARIAN DISWAY - Setiap Oktober Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar Bulan Inklusi Keuangan (BIK). Berbagai gelaran dilaksanakan di berbagai provinsi. Salah satunya Gelaran JIFest (Jatim Inklusi Festival) yang diselenggarakan di Grand Atrium Pakuwon Mall Surabaya yang berakhir hari ini, 30 Oktober 2022.
Lantas mengapa BIK diperingati setiap Oktober? Dilansir dari laman resmi Bank Indonesia, istilah financial inclusion atau keuangan inklusif makin populer sejak krisis global 2008. Krisis dipicu oleh krisis di Amerika Serikat (AS) yang berkembang menjadi krisis global. Lehman Brothers, suatu institusi finansial telah terlibat dalam praktik investasi di pasar AS, tumbang pada 15 September 2008. Hal ini membawa efek berantai ke perekonomian dunia. Yang sangat terimbas adalah kelompok di dasar piramid. Yakni mereka yang berpendapatan rendah. Sebulan setelah Lehman Brothers tumbang, dunia mulai membicarakan keuangan inklusif. Karena itulah Oktober diperingati sebagai Bulan Inklusi Keuangan.Jajaran petinggi OJK dan Anggota DPR RI Indah Kurnia di pembukaan JIFest 2022 di Surabaya.-Boy Slamet/Harian Disway- Presiden Jokowi juga mengeluarkan Perpres Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Di dalamnya, inklusi keuangan didefinisikan sebagai kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat waktu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) 2 dan Manajemen Strategis OJK Regional 4 Jatim Dedy Patria mengatakan, acara terdiri atas bazar UMKM (usaha mikro kecil menengah), pameran, hingga lomba-lomba. Diharapkan masyarakat bisa belajar banyak di acara itu. ”Tahun ini provinsi Jawa Timur mengalami kenaikan nilai inklusi keuangan. Kabar gembiranya, inklusi Jawa Timur sudah lebih tinggi dari 2019. Pada 2019 itu 89, tapi sekarang sudah 90 lebih. Yang pasti meningkat terus,” kata Dedy. Survei itu digelar OJK setiap tiga tahun sekali. Meski nilai inklusi keuangan meningkat, survei menyatakan bahwa tingkat literasinya malah menurun. Angka literasi Jawa Timur mencapai 48,95. Kendati lebih tinggi dibandingkan inklusi nasional di angka 47, nilainya masih tergolong rendah. ”Jadi literasi ini masih rendah, masih belum setinggi inklusi. Di sinilah terjadi gap, antara masyarakat belum yakin dengan produk yang mereka beli, atau investasi yang mereka lakukan, tetapi mereka sudah melakukan. Gap inilah yang banyak menjadikan masyarakat terjebak, misalnya dalam investasi bodong,” papar Dedy.
Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia memaparkan materi di JIFest.-Boy Slamet/Harian Disway- Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia turut hadir di JIFest. Ia mendatangi UMKM di stand One Pesantren One Product (OPOP) dan sejumlah peserta lainnya ketika membuka Jatim Inclusion Festival (JIFest), Kamis, 27 Oktober 2022 lalu. (*)