AL RIHLA buatan Madiun. Itulah bola yang digunakan di perhelatan akbar Piala Dunia 2022 yang kini sedang berlangsung di Qatar.
Banyak yang bangga karena menganggap itu ”partisipasi” Indonesia di turnamen paling populer sejagat tersebut. Timnas tak mampu lolos, ya bola buatan tanah air yang hadir.
Bola yang diproduksi tangan Indonesia itu hadir dengan brand Adidas, sebagai pemegang kontrak bola resmi Piala Dunia.
Adidas lantas bekerja sama dengan PT Global Way Indonesia (GWI) yang pabriknya di Madiun. Jadi, pintu masuknya ke Qatar lewat perusahaan multinasional asal Jerman itu. Jadi, wajar kalau banyak pencinta bola dunia tidak mengetahui Al Rihla dibuat di Indonesia karena yang diketahui bola tersebut produk Adidas.
Bagi FIFA, bukan persoalan di mana Adidas memproduksi bola itu. Sebab, fokus utamanya memenuhi standar atau kualifikasi yang ditetapkan. Di sanalah peran quality control tim mata rantai Adidas untuk menjaga reputasinya.
Pada 2014 saya berkunjung ke markas Juventus di Turin. Bersama rombongan, tentu kami tidak melewatkan mampir di Juventus Store yang berada di kompleks Juventus Stadium.
Kala itu Juve masih disponsori Nike (sekarang Adidas). Yang membuat heboh rombongan, sebagian besar jersey yang dijual itu adalah made in Indonesia. Sisanya dari Vietnam dan Tiongkok.
Banyak anggota rombongan yang refleks bangganya melihat nama Indonesia tertempel di kerah bagian dalam jersey yang dipajang di rak Juventus Store. Namun, bagi mereka yang paham mata rantai produksi perusahaan seperti Nike itu, melihat hal tersebut sebagai fenomena global.
Perusahaan multinasional seperti Adidas, Nike, atau Puma memiliki jaringan produksi di berbagai negara. Posisi mereka pun sebagai buyer. Sedangkan pemilik pabrik itu seperti GWI yang memproduksi bola Piala Dunia Qatar.
GWI juga memproduksi sepatu Adidas dan Puma. Kala Piala Dunia 2028 Rusia, GWI sudah dipercaya Adidas untuk membuat suvenir.
Pengusaha Hartati Moerdaya juga dikenal pernah memiliki lini bisnis sepatu yang bekerja sama dengan Nike. Kini dia mengembangkan produk dengan brand sendiri, yakni League.
Ada juga PT Victory Chingluh Indonesia yang dikenal sebagai salah satu pemilik produksi sepatu multinasional. Grup bisnis asal Taiwan itu mempunyai 7 pabrik di Tiongkok, 3 di Vietnam, dan 2 di Indonesia. Mereka dengan buyer Adidas, Nike, dan Mizuno.
Pabrik jenis itu termasuk padat karya. Sangat sensitif dengan isu UMR yang sering kali menjadi pertimbangan mereka melakukan relokasi. Banyak yang hengkang ke negara lain yang berbiaya murah. Yang menyesakkan, pada 2014 ada 11 pabrik sepatu di tanah air yang memilih pindah ke Vietnam.
Sekarang pun, masih ada pabrik sepatu yang hengkang ke Vietnam. Mendag Zulkifli Hasan saat melepas ekspor sepatu Nike produksi PT Pratama Abadi Industri mengakui, relokasi itu terkait upah.
Pindah pabrik masih di dalam negeri juga ada. Termasuk PT GWI. Awalnya berlokasi di Sidoarjo yang UMR-nya jauh lebih tinggi daripada Kabupaten Madiun.