Sehari setelah Natal, Senin, 26 Desember 2022, Romo Franz Magnis Suseno bicara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bukan khotbah Natal. Melainkan, soal hukum Kristen buat terdakwa Eliezer is pembunuh Yosua.
SAKSI ahli Prof Magnis yang dihadirkan pihak Eliezer jadi istimewa. Terutama, karena waktunya dekat dengan Hari Natal. Magnis salah seorang saksi dari dua lainnya.
Yakni, psikolog forensik Reza Indragiri Amriel dan psikolog klinik dewasa Liza Marielly Djaprie.
Di sidang, jaksa penuntut umum Paris Manalu membuka pertanyaan ke Magnis tentang hukum Kristen untuk tindak pembunuhan. Apakah dibenarkan?
Magnis: ”Ya, tentu saja bahwa orang beragama tahu, bahwa ia tidak boleh membunuh. Tapi orang juga tahu, bahwa ia (terdakwa Richard Eliezer) tidak menaati perintah agama, karena menaati perintah atasan yang berhak memerintah. Jadi, bukan atas inisiatif pribadi.”
Magnis adalah profesor emeritus, pengajar bidang studi filsafat moral dan etika di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Dikutip dari buku Franz Magnis-Suseno, Sosok dan Pemikirannya, Magnis dikenal tidak hanya sebagai rohaniwan dan tokoh lintas agama, tetapi juga giat memperjuangkan demokrasi, toleransi, dan hak-hak asasi manusia.
Ia bersedia jadi saksi ahli meringankan terdakwa Eliezer, ia tentu paham segala risiko. Bahwa ia bisa dicap sebagai pembela pembunuh manusia.
Dijelaskan Magnis, dalam agama Kristen, dilarang membunuh. Titik. Tidak ada embel-embel lain. Itu perintah dasar agama.
Dalam kasus Eliezer, ia membunuh Yosua atas perintah atasannya, Ferdy Sambo. Itu bukan atasan biasa, yang digambarkan Magnis, seperti hubungan antara rektor dengan dosen di suatu universitas. Bukan begitu. Melainkan, atasan langsung Eliezer yang berhak menghukum dalam hierarki Polri.
Magnis: ”Kita semua kenal istilah di polisi: Siap komandan... Laksanakan. Artinya, tidak ada perintah yang tidak dilaksanakan. Ini semacam perintah di organisasi militer. Sangat beda dengan perintah di organisasi sipil.”
Menurutnya, Eliezer harus dihukum karena membunuh Yosua. Tapi, ada dua hal yang bisa meringankan hukuman.
Pertama, Eliezer berada dalam situasi dilematis. Antara sebagai manusia beragama yang wajib taat perintah agama. Di sisi lain, ia dalam printah tugas kepolisian. Yang, pada saat diperintah menembak Yosua, Eliezer tidak berhak tahu alasan penembakan. Sebab, tugasnya cuma berkata: Siap... Laksanakan.
Magnis: ”Kedua, keterbatasan situasi tegang yang sangat membingungkan terdakwa. Waktunya sangat sempit untuk memutuskan, antara melaksanakan perintah atau tidak. Orang yang akan membuat keputusan penting biasanya perlu waktu. Misalnya, ia perlu tidur dulu. Tapi di sini tidak begitu. Harus cepat memutuskan. Akhirnya ia memutuskan, membunuh.”
Dua hal itu, menurutnya, bisa dijadikan bahan pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman Eliezer.