Banyak sekali keunikan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pepanthan Paleran di Jember. Lagu rohaninya pakai bahasa Madura. Umat beragama saling membantu membangun tempat ibadah.
– Tak lama setelah berbincang dengan Ketua GKJW Pepanthan Paleran, Winarno alias Pak Dani, datang seorang pria. Ia mengenakan kemeja hitam dengan collar di bagian kerah. “Beliau pendeta di sini,” kata Pak Dani. Namanya Pendeta Kukuh Kristanto. Ia memimpin empat pepanthan (kelompok kecil) termasuk GKJW Pepanthan Paleran. Kami mulai berkenalan dan ngobrol soal keunikan GKJW yang terletak di antara Gunung Raung dan Argopuro itu. "Jemaat disini punya karakter yang tidak dijumpai di daerah lain. Karena misa pada Minggu ganjil menggunakan bahasa Madura, lalu yang genap berbahasa Indonesia," ucap Pendeta Kukuh. Saya langsung menunjuk tiga salib di pelataran gereja yang menjulang tinggi. Kenapa gereja Kristen disini menggunakan Korpus? Yakni tubuh Yesus yang terpampang di kayu salib. Karena yang saya tahu Korpus hanya digunakan gereja-gereja Katolik. Pendeta asal Mojokerto itu melempar tanya saya ke Winarno. Lantaran ia baru bertugas satu tahun disana. "Ya, sepertinya itu ketidaksengajaan, mas. Karena gereja dulu, di tahun 1958, pembangunan dilaksanakan bersama umat Islam," katanya tersenyum. Bisa jadi cuma disini gereja Kristen yang punya Korpus.Pendeta Kukuh berdiri di depan altar GKJW Pepanthan Paleran yang didesain dengan ornamen bambu.-- Korpus dipertahankan. Tidak ada ribut-ribut. Justru, hal yang dianggap tak lazim itu jadi ciri khas. "Disini punya tradisi kalau gereja punya kegiatan, orang Islam ikut membantu. Begitu juga kalau orang Islam atau di masjid ada acara, jemaat gereja ikut juga," kata Pak Hadi. Dua hari lalu umat GKJW ikut membantu pengecatan masjid. "Sudah biasa," tambahnya tersenyum. Hujan turun di siang itu. Jemaat berhamburan mencari tempat teduh. Keberkahan untuk para petani. "Disini kalau hujan tidak dingin, jadi kabut tidak turun saat musim ini," ujar Winarno yang ikut berteduh. Ia juga mengatakan bahwa panen masih lama. Menunggu musim kemarau. Sumberjambe sedang sangat indah dan hijau. Kami datang di waktu yang tepat. Nanti kalau sudah panen, saya berharap bisa mampir lagi ke Sumberjambe. Warga yang mayoritas petani punya produk unggulan: kopi jepon. Rintik hujan masih tersisa. Ibadah dimulai di siang itu. Jemaat yang hadir didominasi anak-anak. Diatas kayu salib altar gereja, tertulis spanduk "Pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain" (Matius 2:12) yaitu tema Natal di tahun 2022 ini.
Jemaat GKJW Pepanthan Paleran dan perwakilan Premier Place Surabaya Airport, 22 Desember 2022.-Fidelis Daniel/Harian Disway- Tak hanya nyanyian-nyanyian bahasa Madura pengiring ibadah yang membuat khas. Altar gereja punya dekorasi menarik. Yakni terdapat rangkaian bambu di sekeliling kayu salib. "Banyak orang disini menanam sengon tapi lupa dengan fungsi bambu. Filosofinya, secara ekologi tanaman bambu ramah lingkungan, yaitu merawat air," kata Pendeta Kukuh menjelaskan arti dari bambu disana, yakni sebagai pengingat. Awal mula penduduk Madura disini mayoritas beragama Kristen adalah karena keterlibatan orang Belanda. "Di tahun 1882, dulu di desa ini berdiri sebuah klinik yang dibuat orang Belanda. Karena dipercaya mujarab, penduduk satu-persatu mengikuti keyakinan orang Belanda ini," kata Pendeta Kukuh menceritakan jemaat pertama yang dibaptis sebagai Kristen. "Pada 1931 ada sidang sinode di Mojowarno, Jombang. Dalam naungan Belanda yakni Java Committee, menyerahkan hasil penginjilannya di wilayah sini dan Bondowoso," cerita Pendeta Kukuh tentang sejarah GKJW Pepanthan Paleran. "Masalahnya jemaat disini orang Madura, mereka tidak mau disebut sebagai orang Jawa. Maka berubahlah konsep gereja yang mulanya gereja suku, menjadi gereja teritori," tambahnya yang membuat saya terkesima. Saya bersyukur sebelum natal bisa datang ke GKJW Pepanthan Paleran. Kekhasan yang natural. Korpus yang tak disengaja tapi jadi ciri khas. Maruda Kristen. Kristen tapi Madura. Unik.
JOYEUX CHRISTMAS jadi tema charity Hotel Premier Place Surabaya Airport di GKJW Pepanthan Paleran, Kabupaten Jember, Kamis 22 Desember 2022.-Fidelis Daniel/Harian Disway- Tidak ada ribut-ribut soal tempat ibadah. Saat menulis artikel ini ada kesedihan ketika melihat video viral di Cilebut, Kabupaten Bogor. Ada yang mempermasalahkan perayaan natal di salah satu rumah warga. Padahal yang merayakan hanya tiga orang. "Kerugian kalian apa melarang kami ibadah, apa kerugian kalian," tanya wanita itu berkali-kali kepada orang-orang yang berkerumun. Ia terus mengulangi perkataan itu sambil merekam dari HP. Yang melegakan, respon netizen justru menunjukkan bahwa Indonesia makin dewasa. Makin toleran. Berkat Natal hadir ditengah-tengah kita. Berkah Dalem. (Fidelis Daniel-Salman Muhiddin)