DALAM khazanah bahasa Indonesia, kita mengenal ungkapan "sedia payung sebelum hujan" –yang mengajarkan kita untuk senantiasa berjaga-jaga. Supaya tidak ada penyesalan di belakang.
Ajaran Tiongkok klasik pun meminta kita untuk selalu begitu. Dalam kitab kuno Tso chuan (左传) yang dikompilasi Tso Ch'iu-ming 左丘明, misalnya, kita disarankan untuk "居安思危,思则有备,有备无患" (jū ān sī wēi, sī zé yǒu bèi, yǒu bèi wú huàn). Yang artinya kira-kira: memikirkan krisis di saat damai; dengan dipikirkan maka akan ada persiapan; dengan ada persiapan, maka tak akan ada kekacauan.
Benar belaka. Sebab, "眼泪灭不了火" (yǎn lèi miè bù liǎo huǒ), ujar Anton Santoso. Bahwa, "Air mata tak dapat memadamkan api," lanjut pengusaha pabrikan genset dan villa resort Highlander, Bogor, itu, mengartikan kata-kata bahasa Mandarin yang dikutipnya.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Pemerhati Seni Rupa Hendro Tan: Xin Ping Qi He
Memang, api yang berkobar mungkin masih bisa dipadamkan dengan mengguyurkan air di atasnya. Namun, setelahnya, pasti ada kerugian yang mesti ditanggung –baik materi maupun nonmateri.
Berarti, tetap lebih baik mencegah daripada mengobati. "Keluh kesah, menyesal, menangis saja tidak akan menyelesaikan permasalahan," terang Anton. Persis yang dibilang Fan Ye 范晔 (398-446) dalam kitab historis Hou Hanshu (后汉书) yang ditulisnya, "后悔莫及" (hòu huǐ mò jí): menyesal tak ada gunanya. (*)