Tapi, Ellis wanita terakhir yang dihukum mati di Inggris. Sebaliknya, pria Inggris dihukum mati sesudah Ellis masih banyak. Inggris akhirnya menghapus hukuman mati.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Hari Internasional Menentang Hukuman Mati, 10 Oktober 2018, menyatakan, ”Laporan Sekjen PBB tentang hukuman mati yang disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, September 2018, menyebutkan, sekitar 170 negara telah menghapus atau memberlakukan moratorium hukuman mati. Baik secara hukum atau dalam praktik atau telah menangguhkan hukuman mati sejak lebih dari 10 tahun.”
Anggota PBB ada 193 negara. Artinya, masih ada 23 negara yang menerapkan hukuman mati, termasuk Indonesia.
Perdebatan hukuman mati adalah perdebatan manusia sejak seabad lalu. Tak habis-habisnya sampai kini. Substansi pokok pikiran ada dua yang bertentangan.
1) Pembunuh tidak menghargai hak hidup orang yang dibunuh. Lalu, mengapa kita menghargai hak hidup pembunuh?
2) Hukuman formal bukan pembalasan dari perbuatan orang yang dihukum. Bukan nyawa dibayar nyawa. Tapi, berilah kesempatan pembunuh tobat.
Itulah diskusi seratus tahun umat manusia. Lantas, secara bertahap, negara-negara di dunia menghapus hukuman mati, sesuai data PBB. Tapi, belum semua negara.
Kini efek vonis mati Sambo meletupkan pergunjingan tentang perlu-tidaknya hukuman mati. Dengan aneka bentuk argumen. Dari berbagai lembaga.
Seumpama diadakan rapat soal itu, secara rutin sepekan sekali, mungkin butuh seratus tahun lagi mencapai sepakat.
Maka, mengutip pernyataan Mahfud MD: ”Biarin aja.” Gitu aja kok repot. (*)