KECUALI tahu bulat, agaknya tak ada yang dihasilkan dengan cara dadakan. Semuanya butuh proses. Tidak bisa sekali jadi. Rendang yang lezatnya mendunia, misalnya, dibuat dalam rentang waktu yang panjang dan melelahkan.
Itulah mengapa Azalia Faustania memegang teguh petuah klasik "台上一分钟,台下十年功" (tái shàng yī fēn zhōng, tái xià shí nián gōng). Yang terjemahan letterlijk-nya: penampilan di atas panggung yang hanya satu menit, membutuhkan latihan di bawah panggung selama sepuluh tahun.
"Ungkapan ini menggambarkan bahwa kesuksesan hanya dapat diraih dengan kerja keras," terang Azalia.
Azalia yang punya nama Mandarin Cao Yanwen 曹颜玟 adalah pemain guzheng (古筝).
Guzheng, Anda sudah tahu, merupakan salah satu alat musik tradisional Tiongkok yang paling terkenal. Terbuat dari kayu berbentuk kotak panjang tapi bagian tengahnya cembung. Di atasnya terbentang 21 senar. Di tengah senar-senar tersebut ditempatkan pengganjal yang dapat digeser. Gunanya untuk menaikkan atau menurunkan frekuensi nada.
Cara mainnya dipetik. Umumnya tangan kanan dipakai untuk melodi. Sedangkan tangan kiri digunakan untuk chord.
Terlihat mudah. Padahal sebenarnya tidak. Untuk memainkannya, terlebih dulu jari-jari mesti dipakaikan alat bantu berupa kuku palsu –yang terbuat dari tempurung kura-kura atau plastik. Supaya tidak sakit atau malah terluka.
Tak heran bila Azalia menjadikan pitutur luhur dimaksud sebagai pegangannya. Sebab, sebagaimana ditegaskan pepatah Inggris, "No pain, no gain." Perlu bersakit-sakit dahulu untuk bisa bersenang-senang kemudian.
Jika tidak begitu, Amsal 21:25 mengingatkan, "Si pemalas [akan] dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja." (*)