JAKARTA, HARIAN DISWAY - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof. Ir. Dwikorita Karnawati mengajak masyarakat untuk menampung air hujan menggunakan tandon air atau bak penampung.
Masukan itu disampaikan pada Kick Off 10 th World Water Forum (WWF) di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu, 15 Februari 2023. “Kami memprediksi, dalam waktu beberapa bulan yang akan datang, curah hujan dengan kategori intensitas rendah dapat terjadi di beberapa wilayah Indonesia,” terang Dwikorita, Kepala BMKG. Plt. Deputi Bidang klimatologi BMKG, Dodo Gunawan juga menyebutkan daerah-daerah yang diprediksi mendapat curah hujan bulanan dengan kategori rendah. Pada Maret 2023, prediksi BMKG terjadi di bagian tengah Sulawesi Tengah. BACA JUGA:Presiden FIFA Gianni Infantino Tahu Persis Kualitas Ketum PSSI Erick Thohir BACA JUGA:Update Gempa Turkiye: Korban Tewas 45 Ribu Jiwa, Bantuan ke Suriah Sulit Masuk Curah hujan bulanan dengan kategori rendah pada April, diprediksi terjadi di Sebagian NTB, Sebagian NTT, dan bagian tengah Sulawesi Tengah. Pada Mei 2023, intensitas hujan berkategori rendah diprediksi terjadi di bagian selatan Sumatera Selatan, pesisir utara Banten, DKI Jakarta, pesisir utara Jawa Barat, bagian Timur Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Timur, sebagian Bali, sebagian NTB, dan sebagian NTT. Sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian Jambi, sebagian Sumatera Selatan, sebagian Lampung, sebagian Banten, DKI Jakarta, sebagian Jawa Barat, Jawa tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Sulawesi Selatan, dan sebagian Papua bagian Selatan mengalami curah hujan bulanan dengan kategori rendah pada bulan Juni. Baru pada Juli-Agustus, curah hujan bulanan dengan kategori rendah terjadi di sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian Jambi, sebagian Sumatera Selatan, sebagian Lampung, sebagian Banten, DKI Jakarta, sebagian Jawa Barat, Jawa tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Gorontalo, sebagian Sulawesi utara, dan sebagian Papua.Suasana Press Conference dengan para pimpinan K/L di acara Kick Off meeting World Water Forum ke-10-bmkg.go.id- “Sektor-sektor yang terdampak, seperti sumber daya air, kehutanan, pertanian, hingga kebencanaan, perlu merencanakan langkah antisipatif untuk meminimalkan potensi dampak kekeringan sebagai konsekuensi kondisi curah hujan rendah tersebut,” pesan Kepala BMKG. Hal tersebut merupakan langkah mitigasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi musim kemarau di kemudian hari. Menurut prediksi BMKG, musim kemarau di tahun ini akan lebih kering jika dibandingkan dengan periode tiga tahun terakhir, yakni pada 2020-2022. Dwikorita juga menjelaskan bahwa tampungan air tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta mengantisipasi kekeringan. Terutama pada daerah-daerah rawan kekeringan. Seperti Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). BACA JUGA:Warga NU Tidak Haram Coblos PAN BACA JUGA:Program Kartu Prakerja 2023 Resmi Dibuka, Ini Link Pendaftarannya “Setelah mengalami kondisi La Nina selama tiga tahun terakhir (2020-2022) yang mengakibatkan iklim basah, pemantauan terbaru terhadap suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan bahwa saat ini intensitas La Nina melemah. Indeks awal Februari 2023 sebesar -0,61,” terang Dodo Gunawan, seperti dikutip dalam siaran pers BMKG pada Rabu, 15 Februari 2023. Lebih lanjut, Dodo memprediksi bahwa kondisi intensitas La Nina akan terus melemah dan menuju kondisi Netral pada Februari-Maret 2023. Kondisi Netral tersebut, diprediksi akan bertahan hingga pertengahan tahun 2023 dan menyebabkan kemarau lebih kering dari pada 3 tahun terakhir.
Kepala BMKG juga mengingatkan bahwa cuaca kering dapat menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Maka dari itu, semua pihak terkait harus melakukan Langkah pencegahan sebagai bentuk mitigasi dan antisipasi. (Umaimah ‘Iffat)