HARIAN DISWAY - Pernah merasa sayang saat hendak membuang suatu barang? Padahal, kalau dipikir, barang tersebut juga sudah tidak bermanfaat lagi. Jangan-jangan, itu tanda awal dari hoarding disorder. Apa itu? Hoarding disorder merupakan sebuah sebutan untuk orang-orang yang merasa berat saat hendak membuang barang-barangnya. Jika sudah parah, penderitanya bahkan dapat merasa cemas atau tertekan saat hendak menyisihkan benda-benda yang dimilikinya.
Hoarding disorder tentunya sangat berbeda dengan kolektor. Kolektor menginginkan barang-barang tertentu untuk dikoleksi. Selain itu, koleksi mereka pun cenderung rapi dan tidak memiliki kesulitan untuk mengatur barang yang dimilikinya.
Sebetulnya, aktivitas menimbun barang ini sering dilakukan oleh mayoritas orang tanpa disadari. Mereka merasa barang-barang yang dimilikinya unik sehingga masih dibutuhkan atau bisa digunakan kembali pada lain waktu. Perasaan memiliki ikatan emosional dengan suatu barang pun juga mendorong perilaku ini. Dirinya bisa mengingat suatu momen yang berkaitan dengan kehadiran benda itu. Meskipun begitu, gejala ini terjadi bukan tanpa sebab. Dilansir dari Mayo Clinic, ada tiga faktor utama yang memicu hoarding disorder muncul.
Masalah internal atau kepribadian. Mereka memiliki kecenderungan lebih sulit untuk membuat keputusan, memecahkan masalah, mengatur sesuatu, sampai kurangnya perhatian. Selain itu, anggota keluarga yang menderita hoarding disorder dapat memicu anggota lainnya untuk memunculkan gejala serupa. Hal itu terjadi karena adanya sebuah hubungan yang kuat antaranggota keluarga. Yang terakhir, peristiwa hidup menegangkan. Penyakit mental satu ini dapat berkembang di diri beberapa orang setelah mengalami kejadian hidup yang penuh tekanan. Mulai dari kematian orang yang dicintai, perceraian, atau kehilangan harta benda dalam kebakaran.
Kendati demikian, gejala dari hoading disorder tentunya dapat diidentifikasi. Apa saja gejala itu?
Gejala awal dapat terjadi pada usia remaja hingga awal dewasa. Biasanya sekitar usia 15 tahun hingga 19 tahun. Penderitanya cenderung menyimpan banyak barang dan merasa susah untuk memilah antara barang yang masih terpakai dengan yang tidak. Kecenderungan itu menjadi semakin parah seiring bertambahnya usia. Ruangan yang tersedia sampai dirasa tak muat lagi untuk menampung benda-benda yang ada. Kekacauan yang terjadi juga menjadi lebih tidak terkendali dan susah untuk diobati.
Lambat laun, menimbun barang dari waktu ke waktu dapat menjadi masalah pribadi seseorang. Dimulai dari menghindari pertemuan dengan orang lain, seperti keluarga, teman, bahkan pekerja reparasi yang datang ke rumah. Bagaimanapun, jika tanda-tanda hoarding disorder semakin ketara, penderita diharapkan untuk segera ke dokter untuk mencari pertolongan. Hal ini dilakukan untuk mencegah gejala ini menjadi lebih parah di kemudian hari. (*)