Pegawai DJP Banyak Nyambi Jadi Konsultan Pajak

Jumat 10-03-2023,06:21 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Tomy C. Gutomo

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Harta kekayaan tidak wajar milik Rafael Alun Trisambodo menjadi pintu masuk bagi banyak kasus. Dari penyelidikan kasus mantan Kabag Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) II Jakarta itulah kemudian terbongkar fakta baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menemukan konflik kepentingan lain. 

Terdapat dua perusahaan konsultan pajak yang sahamnya dimiliki para pegawai DJP. Ditemukan dari 134 pegawai DJP yang wajib membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Bahkan tercatat memiliki saham di 280 perusahaan tertutup. Kepemilikannya menggunakan nama istri masing-masing.

"Perusahaannya amat banyak dan bermacam-macam. Semuanya masih diteliti mana saja yang perusahaan konsultan pajak," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepada wartawan di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis, 9 Maret 2023.

Sebetulnya, kepemilikan itu sah-sah saja. Sebab, tidak ada aturan yang melarang praktik tersebut. Apalagi peraturan pemerintah (PP) juga bersifat multitafsir. 

BACA JUGA: Rafael Dipecat setelah Terbukti Banyak Pelanggaran

Tetapi, PP tahun 80-an memang melarang bisnis seperti itu bagi para pegawai pajak. Baik bentuk perusahaan konsultan pajak, catering, atau bentuk lainnya. "Dan PP berikutnya itu nggak jelas aturannya. Hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis. Saya lupa PP berapa tahun 2021," ujarnya.

Artinya, praktik tersebut dinilai tidak etis apabila dilihat dari kelayakan dan kepatutan. Bahkan berisiko membuka ruang gratifikasi dan suap. Para pegawai pajak pasti memiliki hubungan komunikasi yang intens dengan para wajib pajak.

Risiko penyelewengannya amat tinggi. Si wajib pajak bisa membayar dengan nilai yang jauh di bawah kewajiban. Padahal, petugas pajak atas nama negara dengan wewenangnya harus bisa membuat pungutan pajak maksimum.


Gedung Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta tempat Rafael Alun Trisambodo pernah berkantor. -Dok.-

Menurut Pahala, risiko yang paling mungkin terjadi dari hubungan mereka adalah gratifikasi dan suap. Para wajib pajak berpotensi mengirimkan dana suapnya ke perusahaan yang sahamnya dipegang para pegawai pajak. Ini dilakukan supaya tidak terdeteksi dalam pelaporan bank maupun tunai.

"Nah, dengan berbisnis buka PT, apalagi konsultan pajak, ada kemungkinan mengalirkan pembayaran ke PT sebagai konsultan pajak, baru dari situ dia ambil," ungkapnya. Hasil bisnisnya pun tidak dicantumkan di LHKPN. Hanya jumlah sahamnya yang dilaporkan.

Misalnya, dengan saham 50 lembar senilai Rp 1 juta maka yang harus dilaporkan hanya total nilainya yang Rp 50 juta. Sedangkan, apabila konsultan dapat Rp 1 triliun malah tidak dicatatkan di LHKPN.

Begitulah risikonya. Mereka selalu ada opsi untuk mengaburkan nilai pendapatan. Tak hanya konsultan pajak, tetapi sangat mungkin dipraktikkan bentuk perusahaan yang lain. Toh, setiap pemasukan perusahaan itu juga berarti menjadi pendapatan mereka sebagai pemegang saham.

Temuan itu akan dilaporkan ke Kementerian Keuangan hari ini. Pahala juga sudah berkomunikasi dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi. "Tadi sama Pak sekjen sudah dibikin, ya bisik-bisik aja nanti saya kasih angkanya. Mungkin dikasih besok," ujarnya.

Kasus Rafael pun masih dalam proses penyelidikan. Belum ada temuan baru. KPK masih menjadwalkan panggilan klarifikasi terhadap nama-nama yang terafiliasi dengan Rafael.

Kategori :