Bahkan, di sejumlah lokasi, trotoar tertutup oleh pos polisi. Misalnya, trotoar Tunjungan Plaza, Tugu Pahlawan, dan Terminal Bratang. Tentu saja kondisi itu sama sekali tak ramah pejalan kaki. Mereka terpaksa turun trotoar untuk melewatinya.
”Bangunan itu terlalu makan tempat. Padahal, posnya juga gak digunakan 24 jam. Akhirnya jadi ruang pasif,” jelas Aditya. Selain itu, ada para pedagang kaki lima (PKL) yang menempatkan lapak di trotoar. Juga, ada tambahan arsitektur seperti kursi maupun bola yang terlalu menutup akses trotoar.
Bahkan, penempatannya mengganggu markah pejalan kaki tunanetra. Kopeka Surabaya sempat mengadukan gangguan-gangguan itu ke Komisi C DPRD Surabaya. Namun, belum ada tindak lanjut. ”Rencananya kami kirim pesan lagi. Karena kan ini juga melanggar undang-undang,” tandasnya. (*)