Windhu Purnomo, Peraih Penghargaan PPKM Award yang Kerap'’Diganggu’' Wartawan dan Dicurhati Menteri

Minggu 09-04-2023,11:30 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Doan Widhiandono

Situasi pandemi Covid-19 yang sudah jauh membaik sekarang merupakan hasil usaha semua pihak. Termasuk sosok-sosok yang punya peran penting. Salah satunya, ahli epidemiologi Windhu Purnomo. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga itu didapuk sebagai satu dari lima ahli dan akademisi terbaik di ajang PPKM Award 2023.

 

PANDEMI Covid-19 mengubah nyaris semua pola kegiatan masyarakat. Yang paling signifikan tentu gaya komunikasi. Guru mengajar lewat daring. Rapat-rapat kerja pun sama.

 

Dengan gaya baru komunikasi itulah para wartawan mencari informasi. Bahkan muncul julukan "wartel" alias wartawan telepon. Sangat jarang bertatap muka dengan narasumber. Wawancara paling banyak cuma dari telepon.

 

Yang paling banyak ’’diganggu’’ adalah mereka yang bergerak di bidang kesehatan. Termasuk Windhu Purnomo. Ia adalah sosok penting lantaran pria kelahiran Malang itu merupakan pakar epidemiologi.

 

Publik sangat butuh cahaya untuk menembus kegelapan situasi. Terutama di masa awal pandemi Covid-19. Nyala cahaya itu salah satunya berasal dari khazanah keilmuan pakar epidemiologi seperti Windhu.

 

"Banyak sekali. Tak kenal waktu juga," kenangnya sambil duduk santai di beranda rumahnya, Jalan Jemursari IV, Selasa, 21 Maret 2023. Pakar itu berpenampilan santai. Berkaus oblong merah marun, celana krem, bersandal jepit, dan mengenakan kacamatanya yang khas.

 

Penampilan yang sama sekali beda jika menemuinya di forum-forum penting. Terutama forum rapat penanganan pandemi Covid-19 Jawa Timur. Windhu dengan batiknya selalu duduk di jajaran orang-orang penting. Mulai gubernur, bupati, kapolres, pangdam, hingga para menteri.

 


WINDHU PURNOMO berbicara dalam sebuah forum bersama Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.-Dokumentasi Universitas Airlangga-

 

Harian Disway berkesempatan wawancara di rumah Windhu. Sehari setelah ia pulang dari Jakarta, menerima penghargaan penanganan Covid-19 sebagai ahli dan akademisi terbaik. Berdampingan dengan empat ahli lainnya. Yaitu Pandu Riono dan Iwan Ariawan dari Universitas Indonesia; Hari Kusnanto dari Universitas Gadjah Mada; serta Panji Fortuna dari Universitas Padjajaran.

 

Hanya Windhu yang dari Jawa Timur. Ia sendiri sebetulnya sudah pensiun dari FKM Universitas Airlangga pada 2019. Tetapi, tetap diminta mengajar lagi dengan status khusus. Gajinya tak lagi dibayar kementerian, melainkan langsung dari kampus.

 

"Saya juga nggak nyangka bisa dapat penghargaan," kakek empat cucu itu. Apalagi, undangan acara PPKM Award baru diterimanya H-5. Tidak ada pemberitahuan apa pun soal penerimaan penghargaan.

 

Belakangan saja baru ia menduga alasannya. Sepekan sebelum undangan datang, ia bersama empat ahli dari kampus lain itu diminta datang ke kantor Kementerian Dalam Negeri. Mereka menjadi dewan juri untuk menentukan kabupaten/kota dan provinsi terbaik dalam penanganan Covid-19.

 

Ada juga alasan yang lebih kuat. Bahwa lima pakar epidemiologi itu sering diajak diskusi oleh para menteri. Yang paling sering, Luhut Binsar Pandjaitan sebagai koordinator penanganan Covid-19 Jawa Bali dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

 

Para pakar itu sering dimintai pendapat. Bahkan diajak rapat khusus. Membahas perkembangan situasi pandemi Covid-19. Intens sekali. Sehari bisa sampai dua kali.

 

Tak hanya itu, Windhu pun sering ditelepon mendadak. Juga tak kenal waktu. Pagi, siang, sore, maupun jelang tengah malam. Yang dibahas pun sama.

 

"Paling malam pernah jam 11 malam. Saat saya di mobil atau di mal pun pernah. Sudah pokoknya kapan pun, kayak ditelepon wartawan. Hahaha ," ucap lelaki 69 tahun itu lantas tertawa. Apalagi jika menteri akan rapat terbatas bersama presiden. Windhu-lah yang menjadi salah satu rujukan bahan laporan menteri tersebut.

 

Windhu sama sekali tak merasa terganggu. Justru lega lantaran para menteri sangat serius menangani pandemi Covid-19. Tidak malu untuk bertanya kepada para pakar. Dan mau terbuka menerima saran dan masukan.

 


Liburan Windhu Purnomo dan sang istri, Inna Maharani, di Seoul, Korea Selatan.-Windhu Purnomo untuk Harian Disway-

 

Kondisi yang jauh berbeda dengan era-era sebelumnya. Yang, kata Windhu, tak mau mendengar pendapat para ahli. Di masa awal pandemi, Windhu pun lebih banyak cemas. Pemerintah terutama kementerian kesehatan kurang responsif. Padahal, penularan virus sudah sangat cepat.  "Menkes saat itu klemar-klemer , seakan-akan menyepelekan," tandas lelaki kelahiran 25 Juni 1954 itu.

 

Namun, masa lalu biarlah masa lalu. Sekarang situasi sudah makin baik. Meski status pandemi belum dicabut WHO, tetapi Windhu berpendapat Indonesia sudah bisa mencabut lebih dulu.

 

Kekebalan masyarakat sudah sangat tinggi. Penularan virus tentu masih ada. Tetapi, angka kematiannya turun drastis. Orang-orang kembali bebas bepergian ke mana saja.

 

Termasuk Windhu, bakal berbulan madu ke sekian kalinya dengan istrinya, Inna Mahanani. Sebab, selama pandemi, sang istri juga berkutat dalam penanganan Covid-19. Sibuk sebagai kepala bidang pencegahan dan pengendalian penyakit Dinkes Jatim. "Kamis nanti, kami berangkat ke Mesir. Ada urusan juga dan sekaligus waktunya liburan," Windhu. (Mohamad Nur Khotib)

Kategori :