Sulit mendapat pekerja muda. Bambang tak tahu sampai kapan usahanya bisa bertahan. Sebab pekerjaan membakar gamping tak diminati generasi penerusnya. Mereka lebih suka kerja pabrik ketimbang jadi kuli batu.
BACA JUGA:Geliat Bangun Kota Reog: Sampung Bone Culture Jadi Bagian Monumen (3)
BACA JUGA:Bupati Ponorogo Akan Sulap Gunung Kapur Menjadi Monumen Reog
Prosesnya sangat melelahkan. Agar percaya, Bambang mengajak tim penulis turun ke mulut tungku. Lewat tangga berundak dari dinding tebing kapur yang dipahat.
Lubang pembakarannya berjarak tiga meter dari puncak tungku. Di ruang bawah, aroma wangi yang khas begitu menenangkan. "Kami pakai daun dan ranting kayu putih," ujar Bambang sambil mengaduk tanah liat untuk menyumpal mulut tungku. Hanya disisakan lubang kecil untuk pipa mesin blower.
Tangannya dengan cekatan melempar tanah liat basah hingga tak ada bagian yang terbuka. Di belakang Bambang, tumpukan dahan dan daun kayu putih menggunung. Beberapa pegawai naik untuk mengambil ranting yang siap dibakar.
Kayu putih memiliki kandungan minyak. Sangat cocok untuk menjadi bahan bakar tungku. Selain itu, mereka juga memakai ban bekas dan kayu pinus agar lebih hemat.
Proses mengeringkan batu gamping itulah yang sangat menantang. Kata Bambang, orang yang tidak kuat bisa pingsan. Panas dan asap tungku harus dijaga siang malam: 35-48 jam. "Lare-lare mboten purun kerja kaya ngene (anak-anak tidak mau bekerja seperti ini, Red)," ucapnya.
Satu tungku-tungku bisa memanen 14 ton batu gamping kering yang dijual ke pabrik bata ringan di Bogor, Jawa Barat. Harga jualnya cuma Rp 650 ribu per ton. Sekali produksi, ia dapat penghasilan kotor Rp 9,1 juta. Kalau dikurangi biaya produksi hasilnya cuma separo. Lalu dibagi lima orang pekerja.
Pekerja menyusun batu gamping sebelum dibakar. -Boy Slamet/Harian Disway-
Sebelum 2000-an empat tungkunya bisa berjalan berbarengan. Lambat laun, yang tersisa tinggal satu. Itu pun sepertinya tidak lama lagi ditutup.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko tahu betul perjuangan kuli batu di Bukit Sampung. Ia lahir di sana. "Sikil karo tangane ireng-ireng. Enggak mbois blas (Kaki dan tangan pekerja gamping hitam-hitam. Tidak keren sama sekali, Red). Kami kasihan. Mereka harus naik kelas," ujar Sugiri ditemui di teras belakang pendapa.
Selama ini peledakan dilakukan oleh salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD): PD Sari Gunung. Ketika Sugiri menjabat sebagai bupati pada 2021, maka izin peledakan tidak diperpanjang. Karena itulah, di Sampung tak terdengar lagi suara dinamit.
Agar masyarakat setempat naik kelas, maka Kang Giri membangunkan Monumen Reog Ponorogo di titik pertambangan itu. Masyarakat sekitar bakal dilibatkan dalam pengembangan wisata.
Pabrik-pabrik gamping tak perlu ditutup. Justru mereka bisa jadi saya tarik wisata Ponorogo. "Selama ini mereka jual gamping mentah. Tidak diolah. Dapat apa?" kata mantan anggota DPRD Jatim itu.
Hilirisasi produk gamping harus dilakukan untuk memperoleh nilai tambah. Salah satu ide yang muncul adalah membangun industri ukiran batu. Bisa jadi asbak, patung Reog, atau pernik-pernik khas Ponorogo lainnya.