Kini Pendidikan Aditya Disorot Netizen

Sabtu 29-04-2023,15:46 WIB
Reporter : Djono W. Oesman

Dalam video tersebut, Isnaini mengakui mengajari anaknya nyetir. Video bocah nyetir tersebut dibuat setahun lalu. Namun, baru viral setelah viral video Aditya nyetir mobil.

Isnaini, di akun Instagram Polresta Samarinda direkam video, menjelaskan sebagaimana berikut.

”Benar itu anak saya, bukan anak lain, bukan anak didik, tapi anak saya sendiri. Alasan di situ saya buat untuk memotivasi. Memang kita harus bisa karena memang tugas saya mengedukasi. Cuma dalam hal ini tidak tepat dengan objeknya saja. Saya mohon maaf kepada masyarakat Samarinda.”

Isnaini menyatakan berjanji tidak akan mengulangi mengizinkan anaknya (kini usia 11 tahun) nyetir mobil lagi.

Maksud Isnaini, dia tidak akan mengulangi memamerkan anaknya nyetir mobil via medsos. Tapi, anak itu sudah telanjur bisa nyetir mobil.

Dua contoh kejadian nyata di atas menunjukkan bahwa pembuatnya seolah berkata: anak polisi atau anak pelatih sekolah mengemudi harus bisa nyetir mobil meski masih kecil.

Para ortu pasti mencintai anak-anak mereka. Berusaha mendidik, menyiapkan anak-anak menuju dewasa. Diberi bekal apa pun agar anak-anak siap ketika sudah masuk usia dewasa.

Tapi, pendapat netizen, pendidikan di dua kasus tersebut dianggap memanjakan anak. Akibatnya, anak kelak bertindak di luar batas. Terbukti pada Aditya yang menganiaya Ken Admiral dengan disaksikan ayahnya, AKBP Achiruddin.

Ijeoma Opara, asisten profesor di Yale School of Public Health, AS, menulis di The Guardian, 20 Desember 2015, bertajuk Striking A Balance Between Pampering And Good Upbringing, menyatakan, dalam pendidikan anak, mengajarkan disiplin dengan memanjakan beda tipis.

Batas antara pendidikan disiplin dan memanjakan anak tidak ada dalam teori. Bergantung pada kondisi dan situasi yang terjadi antara ortu dan anak. Jika salah sedikit, ortu bakal terjerumus dalam memanjakan anak. 

Disebut terjerumus lantaran anak yang dimanja –setelah dewasa kelak– bakal berperilaku semau dirinya. Sesuka hatinya. Tidak peduli orang lain. Kalau ia tidak suka, apa pun ia rasa boleh dilakukan.

Disebutkan, mayoritas orang tua ingin melakukan hal yang benar untuk anak-anak mereka. Ortu bercita-cita luhur untuk anak-anak mereka dan berusaha untuk memberi mereka yang terbaik dalam hal pendidikan, kesejahteraan, dan persiapan mental menuju kedewasaan.

Mayoritas ortu ingin menyelamatkan anak-anak mereka dari semua kesulitan yang harus mereka alami dalam hidup dewasa, kelak. Maka, ortu membekali anak-anak mereka dengan semua hal (yang menurut mereka) baik dalam hidup. Ortu ingin memastikan, anak-anak mereka tidak bakal kekurangan apa pun. 

Namun, dalam prosesnya, ortu terkadang terlalu memanjakan anak. Dalam menyediakan kondisi yang ”luar biasa” itu untuk anak-anaknya, beberapa orang tua secara tidak sadar melewati garis tipis antara merawat dan memanjakan anak. 

Jika ortu terjerumus memanjakan anak, ya itu tadi. Anak setelah dewasa bertindak semaunya sendiri.

”Itu menyebabkan kemerosotan nilai moral. Terlihat jelas saat ini (di Amerika Serikat) karena kaum muda sekarang tidak memiliki nilai etika dasar. Bahkan, cenderung melakukan tindak pidana.”

Kategori :