Ketika itu puluhan perempuan Gerwani dibariskan berjajar. Masing-masing menunggu giliran dijagal. Durilah yang menjadi algojo. Tapi saat tiba giliran Mawar, Duri tertegun melihat paras gadis itu. Cantik, berseri, merona. Hingga ia tak tega untuk menyentuhkan ujung golok yang dipegangnya pada leher Mawar.
Saat itu lengan Mawar disentuh. Dia kemudian diajak berdiri, menatap Duri. Padanya, Duri berkata, "Aku tidak tega menyembelih kamu. Jika kamu mau selamat, lebih baik kamu jadi istriku. Jika tidak mau, apa boleh buat. Kubunuh kamu saat ini juga."
Mau tidak mau, daripada nyawa melayang, Mawar mengiyakan keinginan Duri. Di kemudian hari mereka menikah. "Cerita itu benar. Kawan-kawan mama yang lain banyak yang cerita seperti itu. Sudah bukan rahasia umum jika keduanya bersatu dalam ikatan perkawinan. Antara jagal dan calon korbannya," ujar Soe Tjen, kemudian menggelengkan kepalanya.
Duri mengawini Mawar karena kecantikannya. Mawar menikahi Duri karena takut. "Bayangkan, bagaimana biduk rumah tangganya sehari-hari?," tanya Soe Tjen. Matanya menatap nanar ke langit-langit ruangan. Kedua suami-istri itu adalah saksi peristiwa ’65 yang pertama kali ditemuinya. Tepatnya saat Soe Tjen masih berusia belasan tahun.
Dubes Britania Moazzam Malik (kiri) bertemu Yuliani dan Soe Tjen Marching di Surabaya pada 2019. -Soe Tjen Marching-
Meski begitu, nasib Mawar masih terbilang untung. Walaupun mungkin itu adalah ironi dan seumur hidupnya dia menanggung beban, tinggal bersama orang yang pernah ingin membunuhnya.
Anggota-anggota Gerwani lain tidak selamat. Meregang nyawa di tangan jagal dan mayatnya dibuang di sungai atau ditanam di lahan kosong. Mereka yang masih hidup banyak yang bersaksi bahwa mereka pernah menjadi korban pemerkosaan. Dipenjara beberapa lama, hanya dijadikan pemuas nafsu para lelaki.
Bahkan tak hanya satu orang yang memperkosa. Mereka digilir! (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha)
BACA SELANJUTNYA:Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober 1965: ”Saya Dicino-cinokan