4 Anak 4 Gambar dan Kisah Banner Tua tentang Kebangkitan Kecil
Anang Prasetyo dan Ummi Esti berfoto bersama empat anak yang bernama Meilin, Khanza, Revi, dan Aura sebagai tonggak perjuangan kebangkitan di Indonesia dengan komunitas Padhang Njingglang. --Anang Prasetyo
TULUNGAGUNG, HARIAN DISWAY - Minggu pagi 19 Mei 2024. Jam 5.30. Matahari baru saja menapak hari. Empat anak perempuan memanggil dengan teriakan khas mereka; "Pak Anang ayo jalan-jalan".
Mobil Sirion perjuangan itu pun berjalan. Istri di samping kiri anak-anak di kursi belakang. Anak-anak saya tanya mau ke mana? ada yang ingin ke laut, ke Gunung Wilis dan satu lagi menjawab terserah.
Kami meluncur pelan. Ilmu tumekane kanthi laku. Ilmu mendapatnya dari sebuah perjalanan. Demikian filosofi Jawa mengajarkan. Lokasi bukit, tepatnya gundukan magma purba itu letaknya di sisi selatan bukit Bolo Tulungagung.
Bukit yang jadi pemakaman warga Tionghoa. Konon katanya sewanya sudah habis dan harus dikembalikan kepada warga. Namun entah mengapa bukit itu masih menjadi pemakaman bong Chino, demikian warga lokal menamainya.
BACA JUGA: Perbedaan Matcha dan Green Tea, Terlihat Serupa Sebenarnya Tak Sama!
Kami tidak sengaja ke sana. Ttiba- tiba pas lewat jalur Tulungagung-Trenggalek , kami melihat di kejauhan bukit itu. Akhirnya kami mendatanginya dan singgah sebentar. Gundukan kecil itu letaknya di sisi selatan Bukit Bolo tadi.
Masih ada bekas makam Tionghoanya. Tepatnya di belakang SMA Gondang. Untuk menuju kesana harus melewati pematang sawah yang sudah dilebarkan. Sehingga mobil bisa melewatinya. Meskipun harus satu per satu. Tidak muat jika untuk persimpangan.
Naik ke atas gundukan itu, bentuknya khas seperti gunung cilik di daerah sekitar Boyolangu. Menurut sejarawan Dwi Cahyono , wilayah Tulungagung, bukit-bukit atau gundukan itu adalah kaldera raksasa di masa lampau.
BACA JUGA: Kisah MERR Runners, Komunitas Lari yang Ingin Berdampak untuk Kota Surabaya
Kami naik ke atas gundukan. Terlihat sawah hijau mengelilingi. Begitu indah mempesona mata. Sawah baru saja ditanami padi oleh para petani. Tidak sempat bertanya apakah pupuknya organik atau pupuk kimia.
Sehingga gundukan batu itu seperti pulau di tengah danau yang mengelilingi dan menghijau. Di atas gundukan batu itulah pelajaran pagi dimulai. Oleh Ummi Esti. Ceritanya tentang diri sendiri.
Anak-anak kecil bernama Melin, Kanza, Aira dan Feri. Ada yang kelas 2, 4 dan 6 Sekolah dasar. Itu berarti usia mereka lebih muda daripada baner bertuliskan Padhang Njingglang berwarna biru dengan gambar matahari khas anak itu.
BACA JUGA:Hati-hati! Ini 5 Mindset dalam Mengatur Keuangan yang Perlu Anda Hindari!
Banner dari kain kanvas yang saya lukis 12 tahun silam itu kondisinya sudah usang. Sebagian kainnya robek dan bahkan ada yang diplester agar menyatu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: