JAKARTA, HARIAN DISWAY- MAJELIS hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat memberikan putusan lebih ringan kepada Teddy Minahasa. Ykani, hukuman penjara seumur hidup. Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) pada tuntutannya memohon hakim menghukum jenderal polisi bintang dua itu dengan hukuman mati.
Untung, majelis hakim yang dipimpin Jon Sarman Saragih itu punya pertimbangan lain dalam memberikan putusan kepada terdakwa bandar narkotika dari Sumatera Barat itu. Setelah mendengar putusan tersebut, Teddy tidak merasa sedih.
Mantan Kapolda Sumbar Irjend Teddy Minahasa Putra (depan C) duduk di depan hakim saat menghadiri sidang pengadilan di Jakarta pada 9 Mei 2023. Perwira tinggi polisi ini dijatuhi hukuman seumur hidup pada 9 Mei karena terlibat dalam penjualan kembali lima - STR/AFP-
Ia langsung mendatangi penasihat hukumnya, Hotman Paris Hutapea, dan tim. Sempat terjadi diskusi berapa menit. Tak lama, mantan kepala Polda Sumatera Barat itu membuka maskernya. Ia menghadap ke awak media sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
BACA JUGA:Teddy Minahasa Tersenyum Usai Dituntut Hukuman Mati
BACA JUGA:Profil Kepala BNN Pertama yang Dicecar Pertayaan Hotman Paris di Persidangan Teddy Minahasa
BACA JUGA:Kuasa Hukum AKBP Doddy Ngakak Dengar Teddy Minahasa Sebut Trawas Mojokerto
”Dari diskusi kami, klien kami minta banding. Kami akan melakukan banding setelah ini,” teriak Hotman di dalam ruang sidang, Selasa, 9 Mei 2023. Teddy pun langsung memakai kembali maskernya, lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Di pintu keluar, pria plontos itu menyalami semua orang. Termasuk tim JPU yang memberikan tuntutan mati kepadanya. Penasihat hukum Teddy mengungkapkan, majelis hakim dalam memberikan putusan hanya mempertimbangkan tuntutan dan replik dari jaksa.
”Kami bersyukur bukan hukuman mati. Tapi, perjuangan masih panjang. Masih ada banding dan kasasi. Kami akan perjuangkan sampai PK (peninjauan kembali). Putusan hakim sangat ngambang,” ucap advokat berdarah Medan itu.
Dalam putusan kepada Irjen Pol Teddy Minahasa, ada tujuh pertimbangan yang memberatkan putusan tersebut. Yakni, Teddy tidak mengakui perbuatannya dan menyangkal dengan cara memberikan keterangan berbelit-belit.
Kemudian, Teddy telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu-sabu. Perbuatan Teddy juga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung jawab sebagai kapolda.
Perbuatannya juga tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat. Namun, Teddy justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika.
Perbuatan Teddy telah merusak nama baik institusi kepolisian. Hakim menilai, Teddy sebagai kapolda Sumatera Barat telah mengkhianati perintah presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Terakhir, pertimbangan hakim adalah Teddy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika. Sementara itu, ada tiga hal yang meringankan hukuman Teddy.
Di antaranya, belum pernah dihukum dan telah mengabdi kepada negara di institusi Polri selama kurang lebih 30 tahun. ”Tidak ditemukan alasan yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, baik alasan pembenar maupun pemaaf,” ucap hakim.