Saat Perampok Minimarket Ditembak Mati

Rabu 24-05-2023,17:19 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Kamis, 16 Maret 2023, atau dua hari setelah kejadian, pelaku inisial BY, 27, ditangkap polisi di rumahnya di Dusun Turimulya RT 01/01 Desa Pulomulya, Kecamatan Lemahabang, Karawang. Tak jauh dari minimarket yang dirampok.

Saat hendak ditangkap polisi, BY siap melawan dengan senjata tajam. Kakinya didor polisi, langsung lemas menggeletak. BY kini diproses hukum.

Minimarket buka 24 jam menguntungkan masyarakat. Juga, menggerakkan roda ekonomi yang sempat macet selama pandemi Covid-19. Menyerap tenaga kerja. Tapi, sekaligus menggerakkan perampok. 

Dari kasus itu, polisi siap gerak cepat. Asal dapat info dari masyarakat. Atau, mungkin perlu tombol darurat di minimarket yang langsung memberikan sinyal ke kantor polisi jika tombol ditekan pegawai. Seperti halnya di kantor-kantor bank. 

Entah, mengapa sistem tombol darurat tidak diterapkan di ratusan ribu minimarket di Indonesia. Mengapa pengelola minimarket memilih cara tradisional, berharap ada orang yang memberikan info kepada polisi jika terjadi perampokan? Yang bisa menjawab cuma mereka.

Alicia Altizio dan Diana York dalam buku mereka yang bertajuk Robbery of Convenience Stores, Problem Oriented Guides for Police Book (2007) menyebutkan, di Amerika Serikat (AS) sudah lama minimarket memasang tombol darurat. Begitu tombol disenggol pegawai minimarket, polisi akan datang dalam lima menit.

Kendati begitu, perampokan minimarket di AS masih juga terjadi. Rata-rata mereka merampok dalam tiga menit.

Buku itu hasil wawancara dengan ratusan perampok minimarket. Lalu, dilakukan tabulasi. Kemudian, dianalisis menggunakan teori kriminologi. Hasilnya bisa jadi buku pedoman buat polisi dan masyarakat, khususnya pengelola minimarket.

Antara lain, perampok pasti memilih target dari hasil seleksi mereka. Proses seleksi dengan cara pengamatan sebelum merampok. Pilihan mereka diurai jadi tujuh.

1) Lokasi sepi, baik di luar toko maupun di dalam. Pilihan waktu merampok rata-rata pukul 20.00 sampai 00.00 esoknya. Jika di kurun waktu itu ternyata masih ada orang di sekitar minimarket, atau pembeli di dalam, mereka akan menunda perampokan.

2) Penentuan hari merampok. Dari riset di buku itu, 60 persen perampok memilih hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Ini tidak terkait ”hari baik” versi Indonesia. Fokus perhatian perampok pada hari ramai pengunjung yang berarti duit di brankas menumpuk. Sebaliknya, saat mereka merampok, harus sepi orang.

3) Bulannya antara November sampai Februari. Paling banyak akhir Desember. Karena di sana saat itu musim dingin sehingga orang tidak keluar rumah jika tidak perlu. Dan, akhir tahun adalah saat warga banyak belanja. 

Jadi, ada kontradiktif dalam pikiran perampok. Mereka mau saat orang ramai belanja sekaligus ingin sepi orang saat perampokan.

4) Menggambar jalur pelarian. Perampok sudah memperhitungkan, jalur polisi mengejar penjahat. Perampok membuat rute yang kira-kira di luar dugaan polisi. Umumnya perampok menggasak minimarket tak jauh dari tempat tinggal mereka. Sebab, mereka pasti paham rute pelarian paling efektif. Tapi, setelah merampok, mereka tidak pulang ke rumah, tetapi kabur.

5) Memilih kostum yang khas. Karena semua minimarket di sana, di tahun buku itu ditulis, sudah punya kamera CCTV. Dengan kostum khas, setelah merampok, kostum itu dibuang. Mereka berharap agar polisi kesulitan untuk melacak.

6) Melakukan perkiraan hasil. Memprediksi isi brankas dengan mengamati pergantian sif pegawai. Kalau baru ganti sif, berarti brankas masih kosong. Semua penjahat jenis apa pun punya kalkulasi perbandingan antara hasil dan risiko.

Kategori :