SURABAYA, HARIAN DISWAY– Apa yang diingat orang tentang Surabaya? Kota Pahlawan? Kota belanja? Kota multikultur? Ya, jawabannya bisa semua itu. Itulah yang ditekankan oleh mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, utamanya peserta mata kuliah Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition (MICE) di Prodi Ilmu Komunikasi Untag Surabaya.
Mereka mengadakan pameran seni, parade budaya, dan seminar budaya, untuk menyambut hari jadi ke-730 Surabaya, 31 Mei 2023. Perhelatan itu digelar di Royal Plaza, Jumat, 26 Mei 2023. Tajuk acaranya adalah Nabastala. ’’Nabastala itu berarti langit. Artinya, bisa menaungi apa pun yang ada di bawahnya,’’ kata Marwati Utami, ketua pelaksana acara.
Beberapa pelajar sekolah terlihat mengamati karya berupa batik yang dipamerkan di acara Nabastala Surabaya, Jumat (26/05/2023).-Syahrul Rozak Yahya-
Itu seperti Surabaya yang bisa menaungi berbagai budaya yang ada di dalamnya. ’’Di acara ini, kami mencoba mengingatkan kembali bahwa sebenarnya di Surabaya ini banyak sekali budaya yang menarik untuk dilestarikan,’’ ucap Tami, sapaan akrabnya.
Di acara itu, panitia juga menggandeng mahasiswa Program Studi Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya (Unesa). ’’Ini sama-sama menguntungkan. Bagi mahasiswa Unesa, ini adalah wadah untuk menunjukkan karya. Sedangkan bagi kami, ini adalah sebuah pelajaran. Sebagai sesama mahasiswa, kami ingin saling menguntungkan,’’ jelas Marsianus Yosaldi Nardo, Sie Acara Nabastala.
Pengunjung nampak mengamati lukisan berjudul Delok Ludruk karya Feroz pada acara Nabastala Surabaya di Mall Royal Plaza Surabaya, Jumat (26/05/2023).-Syahrul Rozak Yahya-
Para mahasiswa Unesa itu memang menampilkan sejumlah karya seni rupa. Mulai lukisan pada kanvas, kain, aluminium, hingga mixed media. Salah satu sudut lantai UG Royal Plaza pun menjelma sebagai galeri mini.
Begitu juga panggung Nabastala yang tak ubahnya galeri budaya. Misalnya, saat penampilan tari Jejer Jaran Dhawuk khas Banyuwangi oleh Riska Afila Salsabiila, mahasiswa Fakultas Psikologi Untag Surabaya. Tari itu membuka rangkaian acara yang dimulai siang hari.
Atau tari Remo oleh Prisma Mariya Ulfa dari UKM Tari Untag Surabaya. Tari khas Surabaya ini muncul di tengah-tengah rangkaian acara.
Di malam harinya, ada UKM Teater Kusuma Untag Surabaya yang menampilkan musikalisasi puisi. Yang melakonkan adalah Andika Damar Maulana, Bintang Dzil Ikrom, dan Edo Malindo. Dengan iringan petikan gitar Edo, mereka membawakan tiga puisi karya Bintang Dzil Ikrom . Yakni, Inilah Harta Kita, Indonesiaku, dan Protes Para Seniman.
Penampilan ekspresif dari Teater Kusuma Untag Surabaya yang membawakan musikalisasi puisi.-Syahrul Rozak Yahya-Harian Disway-
Tiga mahasiswa itu tampil penuh penghayatan. Mereka tak segan menari dan bergoyang sampai memancing gelak tawa penonton.
Di pemungkas acara juga ada UKM Musik Untag Surabaya yang membawakan empat lagu. Yakni, Rek Ayo Rek, Sakura milik Fariz RM, Seandainya milik Vierratale dan ditutup dengan Aku Cemburu milik Dewa.
Dalam sesi siang, ada seminar dengan tema Budaya Indonesia di Mata Jurnalis. Pembicaranya adalah Doan Widhiandono, wakil pemimpin redaksi Harian Disway yang juga dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Untag Surabaya.
Pada seminar itu, Doan memaparkan berbagai wujud budaya di Surabaya yang pernah diliput Harian Disway. Misalnya, ludruk, sedekah bumi di Kelurahan Made, hingga budaya dan kuliner Tionghoa di kawasan Surabaya utara. ’’Surabaya memang etalase kebinekaan,’’ ucap Doan.
Kepada para mahasiswa peserta acara itu, Doan juga berpesan agar mereka mau menjadi pelestari budaya. ’’Caranya, visit, appreciate, dan publish. Kunjungi sajian budaya-budaya itu, beri apresiasi, lalu sebarkan dengan media sosial dan media komunikasi yang Anda miliki,’’ kata Doan. (Zahronia Firdaus-Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya)