BALI, HARIAN DISWAY - Ni Wayan Sukerti, Desak Putu Putri, Ni Ketut Kanarini. Tiga ibu-ibu asal Tampaksiring, Bali, asyik bercengkerama sembari merajut. Perempuan Desa Tampaksiring memang dikenal sebagai para perajut andal di Bali. Seperti tiga perempuan itu.
"Di Tampaksiring ini, tradisinya, semua perempuan bisa merajut," ujar Putu. Ketut, di sebelahnya, mencolek lengan Putu. "Bukan hanya bisa saja. Wajib bisa," sahutnya. "Tua, muda, semua harus bisa merajut," tambah perempuan 44 tahun itu.
Saat bercengkerama, mata mereka saling menatap. Kadang diselingi bercanda, tertawa lepas, tapi kedua jemari mereka masih tetap merajut. Tanpa melihat. Kebiasaan merajut membuat mereka hapal letak lubang pada anyaman dan teknik kait-mengkaitnya.
"Karena teknik rajutannya monoton. Apalagi memang dari kecil suka merajut. Jadi sudah terbiasa. Sudah hapal. Seperti kalau kita lihat wajahnya bule. Tahu, mana wajah yang berduit, mana yang enggak," gurau Wayan. Lantas tertawa.
BACA JUGA:Banyak Alat Bermain Anak yang Rusak, DLHKP Bakal Mengganti Tahun Ini
BACA JUGA:Wawali Pasuruan Adi Wibowo Pimpin Upacara Hari Lahir Pancasila
Apa yang dibilang monoton itu sebenarnya tidak monoton. Karena posisinya melingkar, dan terdiri dari beberapa lubang dengan berbagai diameter. Kemampuan dan kebiasaanlah yang membuat mereka menyebut bahwa teknik merajut itu monoton. "Tapi kalau modelnya rumit, ya mau tidak mau kami pasti melihat posisinya. Kalau modelnya mudah seperti ini, tak dilihat pun sudah bisa," terang perempuan 47 tahun itu.
Model yang sederhana, adalah hasil rajutan berupa bikini, tanktop dan semacamnya. Sedangkan yang kategori rumit, adalah gaun panjang. Dalam sehari, masing-masing mampu menyelesaikan 2 bikini. "Kalau tanktop, sehari bisa dapat satu. Kami di sini menggunakan benang katun warna putih. Tapi kalau mau order, bisa menggunakan benang warna lain," ujar Ketut.
Tradisi merajut yang dilakukan para perempuan Tampaksiring Bali.-Julian Romadhon-
Ketiganya memiliki stand untuk menjajakan hasil rajutan mereka di kawasan wisata religi Pura Gunung Kawi, Tampaksiring. Model bikini, dihargai paling murah sebesar 50 ribu rupiah. Tergantung ukuran. Jika berukuran besar, mencapai 100 hingga 150 ribu rupiah per buah.
Tampaksiring memang dikenal sebagai penghasil rajutan di Bali. Tradisi para perempuan di kawasan itu adalah merajut. Sehingga karya-karya mereka dikirim ke berbagai tempat di Bali untuk dipasarkan. Bahkan sampai ke luar negeri.
Tradisi itu cukup membantu para perempuan di Tampaksiring, khususnya ketika menghadapi pandemi. Saat semua dibatasi, tempat wisata ditutup, mereka mengisi waktu dengan merajut. Sehingga saat akses kembali dibuka, mereka telah memiliki banyak stok. Tapi meski stoknya melimpah, para perempuan itu setiap hari tetap merajut. Karena merajut adalah bagian dari kultur mereka. (Guruh Dimas Nugraha)