Kemelut Pernyataan Menteri Pertahanan

Selasa 13-06-2023,04:00 WIB
Oleh: Probo Darono Yakti*

Menyeimbangkan Persepsi Negara Barat dan Rusia

Keketuaan dalam ASEAN tahun ini dan presidensi G20 telah menunjukkan keikutsertaan Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia berdasar amanat konstitusi. Dalam mencermati posisi yang dihormati kedua negara, Indonesia dituntut untuk menjadi jembatan perdamaian antara Rusia dan Ukraina. 

Dalam menjawab tantangan menjadi pihak yang secara proaktif menjadi katalisator perdamaian, kapasitas dari Indonesia patut diperhitungkan, terutama sebagai perwakilan negara-negara berkembang yang ada di selatan sekaligus menunjukkan brinkmanship sebagai negara middle power.

Negara kekuatan menengah yang memiliki kapabilitas seperti Indonesia perlu untuk mencermati situasi geopolitik secara menyeluruh. Pengambil kebijakan di Jakarta tentu perlu mempertimbangkan beberapa faktor yang perlu menjadi konsiderasi. 

Pertama, berkembangnya narasi negara-negara Barat bahwa Rusia merupakan penjahat perang yang perlu untuk diberi perlawanan setimpal. Dalam hal ini, perlu dilihat bahwa dalam posisi perang antara dua negara, pihak Barat terus menambah arsenal dan amunisi senjata bagi Ukraina. Hal itu menjadi suatu titik permulaan dari gelombang perang yang tidak berkesudahan.

Kontinuitas dari pengiriman senjata tetrsebut juga ditambahkan dalam poin kedua, bahwa Rusia dalam hal ini perlu untuk mendorong suatu kesepahaman dengan negara-negara Uni Eropa bahwa terdapat situasi interdependensi terutama dalam bidang energi. 

Diplomasi ulang-alik yang telah dilaksanakan Jokowi tahun lalu, agaknya, perlu dioperasionalisasikan lebih detail oleh Prabowo sebagai menteri pertahanan yang berkepentingan untuk mencegah agar dampak dari perang antara kedua negara tidak merambah sampai pada Indonesia. 

Untuk itu, Indonesia yang masih dianggap sebagai ”sahabat” oleh Rusia berkepentingan untuk mencegat dominasi Moskow agar konflik tidak berkepanjangan.

 

Momentum Membangun Gagasan Kebijakan Luar Negeri di Tahun Politik

Momentum perang Rusia-Ukraina dan kontroversi pernyataan menteri pertahanan tersebut tentu saja jangan hanya dipandang sebagai satu ajang untuk unjuk kebolehan menjelang pemilihan presiden yang akan segera dilaksanakan tahun depan. Namun, itu dapat dijadikan wahana untuk memberikan satu masukan konstruktif terhadap kebijakan luar negeri Indonesia dalam menyikapi suatu konflik bersenjata antara kedua negara. 

Sembari tiap kandidat bakal calon presiden berkeliling menyapa konstituen, agaknya perlu untuk mulai sekarang para tim pemenangan dapat menyusun kerangka strategi kebijakan luar negeri. Terutama agar Indonesia dapat memiliki satu kerangka acuan yang ajek dan tegas apabila mendapati situasi yang sama di kemudian hari. 

Langkah preventif agar tidak terkesan blunder tentu membutuhkan terobosan-terobosan yang semestinya diinisiasi pakar-pakar hubungan internasional.

Akhir kata, semoga Indonesia dapat terus mendayung di antara kedua karang sebagaimana yang disampaikan Wakil Presiden Pertama RI M. Hatta. (*)

 

 

Kategori :