18) Rabu, 28 Juni, pasutri pengusaha kolam renang Tirta Mutiara Ngantru, Tulungagung, ditemukan tewas di ruang karaoke pribadi. Korban diduga dibunuh dengan dijerat pada bagian leher. Mayatnya ditemukan pada Sabtu, 29 Juni.
Satu pelaku tertangkap. Polisi masih memeriksa motifnya. Juga, menyelidiki kemungkinan ada pelaku lain.
19) Ini juga tidak terungkap. Kamis, 29 Juni, ditemukan mayat di pinggir jalan tol Ngawi. Polisi menduga, itu korban pembunuhan di rumah kontrakan Ponorogo.
Mayat tanpa identitas itu diperkirakan tewas 4–6 hari sebelum ditemukan. Diduga, pembunuhan terjadi Jumat, 23 Juni. Tapi, pelaku belum tertangkap.
Penyebab kasus-kasus di atas sepele. Yakni, tak diberi utang, ditagih utang, emosi gegara tidur dibangunkan, bahkan korban menikahi bekas menantu tersangka. Hampir semua bermotif sepele.
Anggapan bahwa pembunuh punya kelainan jiwa mungkin sudah diragukan. Sebab, para tersangka tampak sadar dan normal secara psikologis.
Lawrence R. Samuel dalam tulisannya yang berjudul The Psychology of Murder, dipublikasikan di Psychology Today, 12 Maret 2022, menyebutkan, asumsi bahwa pembunuh punya kelainan jiwa adalah anggapan ilmuwan di masa lalu. Atau kondisi di masa lalu, pembunuh umumnya orang gila. Sekarang tidak begitu.
Samuel mengutip buku The Murderer Next Door (2006) karya kriminolog Amerika Serikat (AS) David M. Buss. Itu hasil riset di AS pada 2006.
Sebanyak 91 persen pria dan 84 persen wanita pernah berpikir untuk membunuh seseorang. Responden di riset Buss itu 5.000 orang.
Angka tersebut sangat tinggi. Mengagetkan masyarakat sana. Juga, para ilmuwan kriminologi. Tapi, itulah hasil riset kriminologi.
Angka itu menunjukkan, betapa gampangnya orang membayangkan akan membunuh orang lain. Walaupun belum dilakukan. Pastinya, mereka bukan orang gila.
Kondisi tersebut tentu memberatkan polisi agar bertugas lebih giat lagi. Pasca-HUT Ke-77 Bhayangkara. Bravo, Polri! (*)