Skala prioritas pembangunan dalam negeri itu sempat seperti tertinggal dari politik luar negeri. Tapi, itu bagian dari strategi. Jokowi tak terpengaruh untuk membangun citra politiknya di luar negeri sebelum persoalan dalam negeri selesai. ”Kita akan dihargai di luar negeri kalau pembangunan di dalam negeri kita berhasil,” katanya seperti ditirukan Mensesneg Pratikno di periode pertama lalu.
Seperti diketahui, di periode pertama pemerintahannya, Jokowi sangat jarang memenuhi undangan seremonial di luar negeri. Berbagai acara di luar negeri seperti di PBB lebih banyak didelegasikan kepada wakil presiden maupun menteri luar negeri. Sikap itulah yang melahirkan kritik keras dari sejumlah penentangnya. Bahkan, ada yang menghubungkan keengganannya itu dengan kemampuan presiden dalam berbahasa asing.
Tapi, ia bergeming. Baru setelah berhasil mencatatkan keberhasilan dalam pembangunan infrastruktur, sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi meski digelontor pandemi Covid, dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, ia mulai tampil percaya diri di dunia internasional. Periode kedua adalah pembuktian akan strategi pembangunannya: dari pinggiran untuk Indonesia baru, lalu merambah dunia.
Tak tanggung-tanggung. Gerak mengglobalnya telah menjadikan ia tokoh penting dunia melalui presidensi G20 dan sukses menjadi penyelenggara KTT kelompok negara yang masuk 19 perekonomian besar dunia tersebut. Sukses itu diikuti dengan kepemimpinan Indonesia untuk negara-negara ASEAN. Lompatan diplomasi luar negerinya menambah daftar panjang elemen Jokowi Way.
Gaya sederhana dan ramah tak mungkin bisa dilakukan pemimpin yang mempunyai latar belakang nyaman sejak lahir. Bisa saja gaya dan keramahannya dianggap para penentangnya sebagai strategi populisme untuk kepentingan politik semata. Tapi, jika itu hanya sebagai pencitraan, akan susah untuk dilakukan seseorang untuk jangka yang sangat panjang. Tapi, Jokowi bisa melakukan itu secara konsisten selama hampir satu dekade kepemimpinannya.
Ia tetap terus berbicara dan berinteraksi dengan masyarakat secara langsung. Ia terus berusaha untuk menjadi dekat dengan rakyat, mengunjungi daerah-daerah terpencil, dan mendengarkan masalah yang dihadapi warganya. Bahkan, ia melakukan hal itu semua kepada masyarakat yang ketika pemilihan tidak mendukungnya.
Jargon kerja, kerja, dan kerja di awal kepemimpinannya diwujudkan dalam keseharian sampai sekarang. Ia berusaha keras mewujudkan target pembangunan yang telah ia tetapkan. Latar belakangnya sebagai pengusaha yang berjuang dari bawah menjadikan ia memiliki visi besar. Juga, berkomitmen melaksanakan program-program pembangunan dengan cepat dan efisien.
Saya pernah mendapat cerita dari Mensesneg Pratikno tentang ketidaksukaan Jokowi akan usulan atau proposal yang bertele-tele. Ia lebih suka deskripsi singkat tapi jelas agendanya. Juga, jelas output dan outcome-nya. Itu sejalan dengan prinsip umum dalam dunia bisnis: Perencanaan yang baik tak ada artinya tanpa eksekusi dan eksekusi. Latar belakang Jokowi sebagai pengusaha memungkinkan ia terbiasa cepat mengambil keputusan dan eksekusi.
Inovasi digital menjadi Jokowi Way lainnya. Ia sangat percaya bahwa teknologi digital sebagai jalan bagi transformasi ekonomi di Indonesia. Digitalisasi sebagai industri maupun teknologi digital sebagai instrumen dipakai untuk layanan pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan konektivitas. Dalam berbagai kesempatan, ia mempromosikan inovasi digital sebagai jalan untuk melompat menuju kemajuan.
Banchmark Baru
Masih banyak gaya, agenda, dan pendekatan presiden yang bisa dicatat sebagai elemen kunci Jokowi Way. Yang sudah pasti, kinerja faktual dari Jokowi Way itu telah mamatok banchmark tinggi akan standar kepemimpinan nasional di kemudian hari. Pencapaian dan kemajuan Indonesia melalui Jokowi Way jelas akan menjadi tolok ukur kinerja presiden yang akan menjadi penggantinya.
Tentu ada celah untuk melengkapi Jokowi Way itu dengan pendekatan dan gaya kepemimpinan nasional berikutnya. Namun, Jokowi Way telah berhasil membangun fundamen lompatan kemajuan bangsa Indonesia yang akan berusia seabad pada 2045. Karena itu, presiden berikutnya tidak perlu menafikan atau bahkan menjadi antitesis Jokowi Way. Yang diperlukan sosok kepemimpinan yang bisa meneruskan Jokowi Way plus menyempurnakannya.
Diperlukan sosok yang memiliki sensitivitas terhadap kebutuhan daerah dan rakyat, kemampuan menyerap aspirasi, dan terbiasa bergaul dengan warga serta kemampuan mengisi sektor kemajuan bangsa yang belum tersentuh secara optimal dalam dua periode kepemimpinan Jokowi. Itu tidak mungkin diisi pasangan presiden dan wakil presiden yang biasa-biasa saja.
Lalu siapa? Rasanya, Jokowi pasti lebih tahu siapa sosok calon penerusnya yang paling tepat. (*)