ACEH, HARIAN DISWAY – Lonceng Cakra Donya, yang berada di Museum Aceh, memiliki sejarah panjang. Keberadaannya sempat berpindah-pindah. Dari satu kekuasaan ke kekuasaan lain.
Dr Simon Yosonegoro Liem, dokter asal Kalimantan yang juga penyuka sejarah, mengunjungi lonceng itu di Museum Aceh. “Dari keterangan yang tertulis di museum, lonceng itu dulu digunakan sebagai hadiah dari Dinasti Ming untuk Kesultanan Pasai,” katanya.
Dari berbagai sumber, didapati keterangan bahwa perwakilan dari Dinasti Ming adalah Laksamana Cheng Ho. Ia datang bersama puluhan ribu pasukan, menghadiahkan lonceng itu untuk Sultan Pasai.
Dinasti Ming, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kaisar Yonglee, memahami bahwa Kesultanan Pasai merupakan kerajaan yang memiliki wilayah laut serta armada tempur yang kuat.
Dr Simon Yosonegoro Liem di depan lonceng cakra donya di Museum Aceh. Lonceng peninggalan Laksamana Cheng Ho.-Dr Simon Yosonegoro Liem-
Maka pada medio 1607-1636, lonceng tersebut dihadiahkan untuk membantu Kesultanan Pasai. Lantas difungsikan sebagai alat pemberitahuan jika terjadi bahaya di laut.
Terutama sebagai pemberi aba-aba ketika terjadi serangan pada Kesultanan Pasai yang mengarah dari laut.Lonceng itu masih terjaga dengan baik dari satu kekuasaan ke kekuasaan lain. Bahkan ketika Kesultanan Samudera Pasai runtuh.
Keruntuhan Pasai disebabkan karena perang perebutan kekuasaan, dominasi Majapahit, serta dominasi kerajaan-kerajaan lain di Sumatera. Hingga kerajaan tersebut tak lagi menjadi negara otonom. Melainkan berada di bawah kekuasaan kerajaan Aceh Darussalam.
Ketika kerajaan Aceh Darussalam berkuasa, lonceng tersebut sempat dibawa ke istana kerajaan. Hingga pada era pemerintahan Sultan Iskandar Muda, lonceng Cakra Donya diletakkan dalam kapal angkatan laut kerajaan. "Maka pada kekuasaan Aceh Darussalam, fungsi lonceng itu masih sama. Yakni untuk memberi aba-aba dalam pertempuran laut, atau peringatan jika terjadi bahaya," ujarnya.
Lonceng itu pun menjadi saksi penyerbuan-penyerbuan laut yang dilakukan oleh Aceh Darussalam pada era Sultan Iskandar Muda. Kapal tempat lonceng itu dinamakan Cakra Donya, yang bermakna sebagai pencengkeram atau penguasa dunia. Maka lonceng itu pun diberi nama sesuai dengan nama kapal tersebut. Itulah alasan hingga kini namanya adalah Cakra Donya.
Peristiwa kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Asia Tenggara diperingati oleh umat Tri Dharma, terutama warga Tionghoa. Laksamana Cheng Ho masuk Asia Tenggara pada 15 Agustus, sekitar 600 tahun silam. Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa adalah tujuannya. Termasuk Aceh.(Guruh Dimas Nugraha)