IGNASIUS JONAN begitu menyukai pepatah Tiongkok klasik yang bunyinya, "玉不琢，不成器，人不学，不知道" (yù bù zhuó, bù chéng qì, rén bù xué, bù zhī dào). Terjemahan bebasnya kira-kira: batu giok tidak akan menjadi hiasan indah kalau tidak diasah, manusia tidak akan pintar jika tidak belajar. Pitutur luhur tersebut ada di dalam Liji (礼记), kitab konfusianisme yang isinya mengenai tata krama dan ritual-ritual Tiongkok zaman dahulu.
Dalam artian, sepintar apapun kita, bila tidak giat belajar dan ulet berusaha, mustahil akan menjadi orang yang sukses ke depannya. Sebaliknya, seberapa bodohpun kita, asal mau belajar dan berusaha dengan gigih, cita-cita pasti akan tercapai juga pada akhirnya. Sebagaimana dibilang Bai Juyi 白居易 (772–846), sastrawan besar dinasti Tang, "勤能补拙" (ˆ): rajin bisa menambal kekurangan.
Tentu Anda sudah hafal sekali cerita kelinci yang kalah lomba lari melawan kura-kura –lantaran si kelinci tinggi hati dan memilih berleha-leha, sementara si kura-kura terus memacu semangatnya untuk menjadi sang juara di tengah beragam keterbatasannya.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Ignasius Jonan: Yu Bu Zhuo, Bu Cheng Qi, Ren Bu Xue, Bu Zhi Dao
Berarti, dalam kondisi bagaimanapun, yang penting kita tidak boleh keder dan putus asa. Dan inilah, memang, yang dicontohkan Jonan kepada kita.
Kita bisa naik kereta api senyaman sekarang, misalnya, salah satunya adalah berkat kerja keras Jonan selama menjabat dirut KAI dan menteri perhubungan. Anda barangkali masih ingat betapa ruwet dan semrawutnya perkeretaapian Indonesia doeloe: dari mulai calo tiket hingga penumpang liar yang duduk bejubel di atas gerbong. Dari situ bisa Anda bayangkan betapa besar tantangan yang dihadapi Jonan untuk membereskan itu semua.
Namun, hasil gemilang dari Ignasius Jonan yang irit bicara tapi gesit bekerja, membuat kita kian yakin bahwa, "好事多磨" (hǎo shì duō mó): sesuatu yang luar biasa, dihasilkan dengan tempaan bertubi-tubi. (*)