USIA Go Liok Pwee alias Wu Ruopei (吴若佩) sudah 83 tahun. Memang tak lagi muda, tapi semangatnyi untuk belajar tak pernah menua.
Dulu, Go merupakan seorang guru di sekolah Tionghoa di Malang sana. Dia mengajar bahasa Mandarin hingga sekolahnyi ditutup paksa oleh rezim Orba setelah Peristiwa G30S/PKI 1965.
Go baru mengajar kembali selepas Reformasi 1998. Dia membuka les bahasa Mandarin di rumahnyi. Peserta didiknyi beragam: dari anak-anak hingga dewasa.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Wakil Wali Kota Surabaya Armuji: Hao Shi Duo Qian
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Atlet Taekwondo Alfian Dzulfikar: Yong Bu Yan Qi
Sayang, kaki Go belakangan cedera karena terjatuh. Dia agak kesulitan berjalan. Padahal dia ingin terus mengajar.
"Mama saya sekarang fokus jadi pelajar," ujar Maria Fie Iee, anaknyi, lantas tertawa.
Fie Iee bercerita, selepas bangun tidur, mamanyi rutin olah raga ringan lalu makan. Selepas sarapan, mamanyi akan langsung duduk di bangku belajar di kamarnyi. Mamanyi baru akan beranjak setelah merasa capek. Rehat sejenak, kemudian balik lagi ke bangku belajarnyi.
Apa yang dilakukan Go di bangku belajarnyi?
Menulis Cheng Yu!
Kumpulan cheng yu yang ditulis Go Liok Pwee di bukunyi. -Dokumentasi Pribadi-
Kemarin (24/8), Fie Iee membawakan satu tas buku tulis yang isinya penuh dengan Cheng Yu yang ditulis tangan oleh mamanyi. Tiap buku jumlahnya 116 halaman. Tiap halaman berisi 33 Cheng Yu. Bukan main.
"Mama bilang tidak mau pikun," terang Fie Iee, menjelaskan alasan mamanyi menulis Cheng Yu saban hari.
"Mama sosok yang luar biasa, tekun, mendidik, dan penuh semangat," tambah Fie Iee.
Ya, Wu Laoshi –demikian Go Liok Pwee biasa dipanggil oleh murid-muridnyi-- adalah representasi nyata dari salah satu Cheng Yu yang ditulisnyi, "学无止境" (xué wú zhǐ jìng): tak ada kata selesai dalam mencari ilmu. (*)