DUBLIN, HARIAN DISWAY – Platform media sosial milik Tiongkok, TikTok, membuka pusat data baru di Irlandia, Selasa, 5 September 2023. Itu untuk menyimpan data pengguna mereka di Eropa.
Langkah itu memang sudah dijanjikan TikTok sebelumnya. Sebab, mereka ingin meredakan kekhawatiran Eropa terkait privasi data pengguna di benua tersebut.
Regulator-regulator di banyak tempat dunia memang khawatir pada TikTok. Bahwa data pengguna mereka bisa diakses oleh karyawan atau pemerintah di Beijing, Tiongkok.
ByteDance, pemilik TikTok, sebenarnya sudah lama membantah hal tersebut. Pemerintah Beijing tidak ada kaitannya dengan TikTok atau DouYin, nama aplikasi itu di Tiongkok. Mereka mengatakan bahwa semua data pengguna disimpan dengan aman di Singapura dan Amerika Serikat.
TikTok pun sudah berencana untuk menyimpan data pengguna Eropa secara lokal pada 2020. Mereka juga merinci rencana tersebut dalam berbagai unggahan selama tiga tahun terakhir ini.
Dan akhirnya, rencana itu gol. "Pusat data pertama kami di Dublin, Irlandia, kini sudah beroperasi. Dan migrasi data pengguna Eropa ke pusat data itu telah dimulai," kata TikTok dalam pernyataannya.
BACA JUGA : TikTok Jelaskan Cara Kerja FYP Usai Dicurigai AS Soal Propaganda Tiongkok
Dua pusat data lainnya, di Norwegia dan Irlandia, akan siap sebelum akhir tahun depan, kata Kepala Privasi Eropa TikTok, Elaine Fox, yang ditulis oleh Agence France-Presse. Dia mengatakan bahwa semua data pengguna Eropa akan disimpan secara lokal.
Perusahaan tersebut juga mengumumkan bahwa perusahaan keamanan cyber Britania, NCC Group, akan mengawasi langkah-langkah keamanan datanya.
AKSI INFLUENCER ITALIA Matteo di Cola (kanan) ketika membagikan pasta a la carbonara di Roma, April 2026. Aksi itu diunggahnya di TikTok untuk kampanye pengurangan sampah makanan.-AGENCE FRANCE-PRESSE-
Aksi itu memang harus diambil karena TikTok kesulitan dalam menghadapi aturan Uni Eropa yang membatasi transfer informasi pribadi, bahkan ke Amerika Serikat.
Uni Eropa telah beberapa kali mencoba memfasilitasi perjanjian berbagi data dengan AS. Tetapi, Mahkamah Eropa selalu memblokir kesepakatan tersebut.
Para hakim berpihak kepada aktivis yang berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan AS diwajibkan untuk menyerahkan data kepada lembaga keamanan nasional.
Popularitas TikTok memang meroket selama lockdown Covid-19. Anak-anak muda sangat gandrung aplikasi berbagi video pendek itu. Sehingga, TikTok pun punya lebih dari satu miliar pengguna di seluruh dunia. Di Eropa sendiri, jumlahnya lebih dari 125 juta orang.
Tetapi, keresahan muncul pada Desember 2022. Ketika itu, ByteDance mengakui bahwa ada karyawannya bisa mengakses data dua jurnalis AS. Dan kasus tersebut ditemukan ketika TikTok mengadakan penyelidikan internal.
Sejak itu, beberapa negara termasuk Australia, Belgia, dan Kanada melarang penggunaan aplikasi tersebut pada perangkat pemerintah.