Tiki-taka Green Force

Selasa 12-09-2023,11:02 WIB
Reporter : Max Wangge
Editor : Max Wangge

PERSEBAYA akhirnya punya pelatih definitif. Josep Gombau namanya. Sebut saja Pep Gombau. Pep Gombau adalah pria Amposta. Pria Catalan. Usianya 47 tahun. Pengalamannya sudah seabrek. 

Ia bahkan sudah makan asam garam di sepak bola Asia. Bahkan, sudah pernah melatih ke India yang kini memilih berganti nama menjadi Bharat hingga Timur Jauh, yaitu Hongkong. Gombau bahkan sudah pernah melanglang hingga ke tetangga kita di selatan segala. Australia. 

Hebatnya, ia pernah menjadi pelatih La Masia. Itu akademi sepak bola tersohor milik Barcelona. Juga, pernah membantu klub sekota Barcelona, Espanyol. Keren. Dengan berkecimpung di sana, orang lantas menghubungkan dengan jenis permainan tiki-taka. 

Belum jelas apakah Gombau akan menerapkan pola tiki-taka yang inheren dengan sosok Pep Guardiola sebagai antitesis dari total football Rinus Michels yang diintroduksi Johan Cruyff di Barcelona. 

Lantas, apakah Gombau akan memperkenalkan tiki-taka itu sebagai produk ”baru” dari Persebaya? Sebut saja tiki-taka Green Force. Hmmm… Ceritanya tentu tidak akan semudah orang membalik telapak tangan. 

Ingat, Persebaya baru saja putus kontrak dengan Aji Santoso. Pemain-pemain Persebaya baru saja membuang sistem antistatistik ala Aji Santoso. Pemain-pemain Persebaya juga sedang asyik-asyiknya ”berbulan madu” dengan sistem pragmatisme ala Uston Nawawi yang membuahkan empat kemenangan dan sekali imbang. 

BACA JUGA:Tanpa Cristiano Ronaldo, Portugal Catat Rekor Kemenangan Terbesar dalam Sejarah

Ada baiknya, biarkan pragmatisme Uston berjalan terus hingga ke titik tertentu sepanjang hasilnya masih positif. Biarlah Gombau sebagai pelatih kepala yang memberikan saran-saran praktis sembari memasukkan sedikit demi sedikit ide-ide tiki-takanya ke tim Bajol Ijo. 

Mengapa? Sebab, tim ini sudah terbentuk. Chemistry-nya juga sudah mulai kelihatan. Kompetisinya juga sedang berjalan. Memaksakan ide-ide baru hanya akan membuat konfigurasi tim menjadi jomplang. Ujung-ujungnya, harmonisasi tim yang sudah mulai merekat akhirnya merenggang kembali. Imbasnya, pasti hasil buruk yang akan didapat.

 ”Melarikan diri” dari zona degradasi ke zona elite bukanlah perkara gampang. Untung, ada Uston. Mainnya simpel. Hasilnya menangan. Oleh karena itu, berikanlah apresiasi setimpal kepada Uston Nawawi yang sudah ”berdarah-darah” membawa kembali Persebaya ke tempat yang sesuai dengan nama besarnya. Jangan dulu pisahkan tim Persebaya sekarang dengan pragmatisme Uston Nawawi. 


Josep Gombau pelatih baru Persebaya--

Biarkan Pep Gombau bekerja secara sistematis dan terukur. Biarkan Pep Gombau beradaptasi dengan kultur ”wani” Persebaya. Menyesuaikan diri dengan kultur baru selalu bermuara pada dua hal. 

Pertama, adopsi. Menerima mentah-mentah sesuatu yang baru sebagai suatu keharusan. Menerima ide-ide baru secara utuh tanpa perlu penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Kedua, adaptasi. Menerima sesuatu yang baru dengan memahami secara seksama kultur yang sudah ada dan mengintegrasikannya dengan perlahan-lahan. 

Nah, tiki-taka bawaan Pep Gombau adalah hal yang benar-benar baru bagi pemain Persebaya. Ia perlu disimulasikan berulang-ulang dalam latihan bersama. Dan, itu butuh waktu. Padahal, Bajol Ijo sedang mengikuti kompetisi. 

Tiki-taka juga minimal membutuhkan seorang headmaster yang kuat dalam memegang bola. Juga, harus ada seorang eksekutor jempolan yang bisa mengubah hasil pertandingan kapan saja ia mau. Orang-orang di sekelilingnya juga harus punya visi yang tajam. Punya keterampilan teknis di atas rata-rata.

Kategori :