TIGA bulan lagi kita akan memasuki tahun politik 2024. Ada tiga gelaran pemilu: pemilihan anggota legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Pileg dan pilpres akan digelar Februari dan pilkada untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota akan digelar November 2024.
Dekatnya penyelenggaraan pemilu, terutama pilkada, membuat para kepala daerah ekstra hati-hati membuat keputusan. Termasuk keputusan penting yang berkaitan dengan pendapatan pemerintah daerah.
BACA JUGA:Pilkada Dimajukan, Siapa Diuntungkan?
BACA JUGA:Pilkada 2024 Bisa Antiklimaks
Lebih-lebih pejabat petahana yang akan mencalonkan diri lagi seperti wali kota Surabaya, bupati Sidoarjo, bupati Gresik, dan banyak bupati-wali kota di Jawa Timur.
Tahun 2024, misalnya. Ada UU yang harus diberlakukan dan akan memengaruhi pendapatan pajak daerah, yaitu Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Meski mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, UU itu juga mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
BACA JUGA:Relawan Gebrakan Dorong Gibran Maju Pilpres 2024
BACA JUGA:Cawe-Cawe Presiden Jokowi di Pilpres 2024
Terkait pajak daerah dan retribusi daerah, UU itu akan menggantikan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Yang berubah cukup banyak, baik jenis pajak, dasar pengenaan pajak, maupun tarif pajak daerah. Salah satu yang cukup substansial adalah pajak bumi dan bangunan (PBB).
Karena UU 1/2022 harus dilaksanakan paling lambat dua tahun setelah diundangkan, berarti tahun 2024 harus sudah diterapkan.
Karena itu, semua pemda sudah menyiapkan peraturan daerah (perda) sebagai dasar dalam mengutip pajak daerah setelah disesuaikan dengan UU tersebut.
BACA JUGA:Ini Daftar Kiai Jatim yang Ditemui Prabowo, Bahas Pertahanan hingga Pilpres 2024