Bulan September ini diperingati sebagai bulan kewaspadaan Penyakit Arteri Perifer (Peripheral Artery Disease/PAD). Terkait dengan hal itu, tulisan ini mengulas tentang teknologi terkini untuk solusi penyakit arteri, vena dan tromboemboli.
Pelayanan penyakit pembuluh darah merupakan bagian dari pelayanan Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah yang perlu dilakukan oleh seorang ahli jantung. Kebetulan pada 29 September ini pula diperingati Hari Jantung Sedunia atau World Heart Day. Perayaan itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah mereka. BACA JUGA: Polusi Udara Bukan Penyebab Tunggal ISPA, Daya Tahan Tubuh Menurun Lebih Rentan Terkena Penyakit Saat ini diperkirakan lebih dari 202 juta orang di dunia menderita penyakit arteri perifer. Prevalensi penyakit arteri perifer pada individu berusia ≥ 40 tahun adalah 4,3 persen, sedangkan pada individu berusia ≥ 70 tahun adalah 14,5 persen. Prevalensi penyakit arteri perifer (PAP) di Indonesia adalah 9,7 persen, seperti yang terlihat dalam studi A Global Atherothrombosis Assessment (AGATHA) yang dilakukan oleh American Society of Cardiology pada 2006. Tercatat Indonesia menjadi subjek penelitian bersama 24 negara lainnya. Penyakit arteri perifer (PAD) adalah masalah kesehatan serius yang terjadi ketika arteri tubuh mengalami penyempitan akibat penumpukan lemak. Dikenal sebagai aterosklerosis. Ini dapat mengganggu aliran darah ke seluruh tubuh terutama ke anggota tubuh, dan sering kali berkembang tanpa disadari. PAD dapat menyebabkan gejala seperti nyeri kaki saat beraktivitas, kram, atau bahkan amputasi dalam kasus yang parah. Namun, beberapa orang mungkin tidak merasakan gejala sama sekali. Sehingga membuatnya sulit dideteksi. Selain PAD, penyakit tromboemboli juga merupakan perhatian penting. Ini dapat terjadi pada arteri dan vena dan termasuk kondisi serius seperti stroke iskemik, serangan jantung koroner, dan iskemik tungkai akut. Beberapa faktor risiko seperti merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi, dapat berkontribusi pada perkembangan kedua penyakit ini. Oleh karena itu orang dengan faktor risiko ini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami keduanya. Munculnya Covid-19 pada 2020 telah meningkatkan perhatian terhadap penyakit pembuluh darah, karena pasien Covid-19 memiliki risiko mengembangkan gumpalan darah. Dalam upaya mencegah risiko ini, penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi penanda risiko, seperti D-Dimer, yang dapat membantu memprediksi pembentukan gumpalan darah. Bagaimana bila rumah sakit terutama di daerah tidak mampu memeriksa D-Dimer maupun fibrinogen?Diharapkan dengan adanya terobosan alat aspirasi trombus ini dapat menjadi solusi akan permasalahan tromboemboli pembuluh darah arteri maupun vena. -- Kami menemukan bahwa prediktor terjadinya penggumpalan darah dapat dilihat dari pemeriksaan darah sederhana berupa penurunan angka trombosit serta peningkatan nilai PPT dan INR dapat dijadikan parameter tingkat keparahan dan kematian penderita Covid-19. Selain penyakit arteri dan vena, kondisi seperti varises dan insufisiensi vena kronis juga cukup umum. Varises adalah pelebaran vena yang bisa menyebabkan pembengkakan dan ketidaknyamanan pada kaki. Sementara insufisiensi vena kronis terjadi ketika katup pembuluh darah vena tidak dapat mengatasi aliran darah balik. Pemberian obat fraksi flavonoid yang dimurnikan menunjukkan penyembuhan luka akibat vena yang lebih cepat dan memberikan hasil klinis yang lebih baik. Sejumlah garmen kompresi telah tersedia -termasuk stoking elastis kompresi- menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam mengatasi nyeri, pembengkakan, pigmentasi kulit, dan pemulihan keterbatasan aktivitas. Apabila kedua tindakan di atas belum menghasilkan perbaikan klinis yang optimal, telah kami buktikan bahwa tindakan intervensi endovenous pada sistem vena seperti ablasi mekanokimia (MOCA), lem pembuluh darah dan tindakan ablasi thermal menggunakan laser ataupun radiofrekuensi memberikan hasil yang lebih baik. Keterlambatan diagnosis dalam kasus penyakit pembuluh darah vena dapat memiliki konsekuensi serius. Termasuk amputasi dan emboli paru-paru yang mengancam nyawa. Oleh karena itu deteksi dini menjadi kunci untuk menghindari komplikasi yang lebih buruk. Dalam banyak kasus, pasien datang dengan kondisi yang sudah cukup parah. Ini membuat penanganan menjadi lebih sulit seperti yang kami temukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Menurut pedoman perhimpunan American College of Cardiology, presentasi klinis sumbatan kronis pembuluh darah vena lebih dari 14 hari dapat mengubah karakteristik pembuluh darah vena menjadi lebih kompleks dengan pembentukan jaringan parut pada area sumbatan dan pengapuran pada struktur dinding pembuluh darah vena sekitarnya. Keterlambatan diagnosis ini mengakibatkan kejadian Post Thrombotic Syndrome (PTS) yang terjadi pada hampir 50 persen pasien dengan trombosis pembuluh darah vena. Belum terdapat solusi yang optimal terkait penanganan komplikasi PTS pada trombosis pembuluh darah vena. Tentu saja hal ini menjadi keprihatinan kita bersama. Minimnya perkembangan keilmuan dan kewaspadaan dapat memperparah tingkat kematian dan kecacatan. Jumlah dan penyebaran ahli pembuluh darah yang masih terbatas juga menjadi faktor tersendiri. Berarti pasien sering kali menunggu lama dan mengantre sebelum mendapat perawatan yang optimal. Dalam penanganan penyakit tromboemboli vena, deteksi dini dan terapi yang agresif sangat penting untuk mencapai perbaikan klinis yang terbaik dan mencegah komplikasi. BACA JUGA: Pekerja Wajib Screening Kesehatan Sekali dalam Setahun, Kemenkes Siapkan Turunan UU 17/2023 Pada kasus-kasus dengan risiko kematian tinggi akibat tromboemboli vena, sering kali diperlukan tindakan invasif seperti kateterisasi atau aspirasi gumpalan darah. Namun, kendala teknologi dan biaya peralatan medis dapat menjadi hambatan serius dalam memberikan perawatan yang optimal. Sebagai respons terhadap tantangan ini, sebuah terobosan berupa alat aspirasi trombus (AT) yang membantu dalam penanganan tromboemboli. Dengan adanya alat ini diharapkan perawatan yang lebih baik dan lebih merata dapat diberikan kepada pasien yang membutuhkannya. Termasuk di rumah sakit perifer. Besar harapan kami dengan adanya terobosan alat aspirasi trombus ini dapat menjadi solusi akan permasalahan tromboemboli pembuluh darah arteri maupun vena. Sehingga pelayanan spesialisasi jantung pada bidang pembuluh darah dapat menjangkau rumah sakit perifer. Pada akhirnya seluruh rakyat Indonesia dapat memperoleh pelayanan kesehatan jantung dan pembuluh darah yang paripurna secara merata. ( Oleh Prof Dr Johanes Nugroho, dr, SpJP(K): Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Vena dan Tromboemboli Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga)