Berjalan Hikmad, Pura Segara Surabaya Gelar Piodalan pada Purnama Sasih Kapat

Sabtu 30-09-2023,02:29 WIB
Editor : Heti Palestina Yunani

SURABAYA, HARIAN DISWAY – Menjelang petang, para umat Hindu mulai berdatangan dengan membawa sodan yakni haturan untuk persembahan. Pura Segara Surabaya terlihat ramai dengan lautan manusia berbusana putih dalam gelaran Piodalan.

Upacara yang digelar untuk mendedikasikan pengorbanan secara tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi.   Berlangsung dengan suasana damai, pada Jumat, 29 September 2023 yang menjadi hari terpilih sebagai puncak purnama sasih kapat.

Posisi bulan yang persis berada pada garis lurus di atas katulistiwa. Diyakini umat Hindu sebagai waktu terbaik untuk upacara Dewa Yadnya.
Umat Hindu bersiap untuk mengikuti acara Katur Piodalan di Pura Segara, Kenjeran, Surabaya. -Ahmad Rijaluddin-

BACA JUGA: Bye Pandemi! Umat Hindu Surabaya Rayakan Melasti di Kenjeran Tanpa Terpencar Lagi

Mulai memasuki pura. Tirta dan senteng sudah tersedia di depan pintu masuk. Tirta dicipratkan oleh pecalang. Memasuki pura dengan senteng yang sudah terikat di pinggang. 

Terlihat bergantian dengan seksama para umat Hindu meletakkan hantaran sodan yang memiliki berbagai macam isi. Buah-buahan, berbagai jenis jajanan, canang, dan berbagai isian lainnya.
Upacara yang digelar untuk mendedikasikan pengorbanan secara tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi. Berlangsung dengan suasan damai. -Ahmad Rijaluddin-

Lonceng emas yang digemakan oleh Ida Pedanda Nabe Gde Anom Jala Karana Manuaba dari Griya Bilawali Kenjeran dan Ida Pandita Wijaya Kusuma Putra Nirmala dari Griya Bajra Sandhi Wiyung Surabaya, menjadi tanda puja astawa tengah berlangsung. 

Dentuman gamelan Bali mengiringi hikmatnya peribadatan. Terlihat para umat Hindu mengatupkan kedua tangan yang ditaruh di dada dengan memejamkan mata di dalam zona paling suci, Utama Mandala. Khusyuk.

Sudah tenggelam. Purnama keorenan terlihat sangat terang. Murid pasraman Saraswati 1 yang belum akil baligh menarikan tarian sakral pertama. Tari Rejang Dewa.

“Syaratnya anak-anak kecil yang harus menarikan, karena itu simbol dari kesucian,” terang Ketua Banjar Sektor Kenjeran I Wayan Wijana.
Tarian Rejang Dewa yang ditarikan anak-anak kecil yang harus menarikan karena merupakan simbol dari kesucian. -Ahmad Rijaluddin-

Terlihat busana tari kain putih dan kuning. Selendang dengan warna yang sama, dan mahkota yang dipenuhi bunga-bunga. Pada tari ini sang Guru masih mendampingi, menata koreo, dan membantu mengingatkan gerakan pada anak yang paling mungil di antara yang lain.

Berganti tari, dilanjut dengan Tari Rejang Dedari. Kali ini dibawakan oleh ibu-ibu dari sektor Kenjeran. Busana yang dikenakan lebih terang. Dengan nuansa warna yang masih sama, putih dan kuning. 

Kedua tarian Rejang ini mengambil peranan yang cukup penting dalam rangkaian acara piodalan. Simbol dari keindahan dan kesucian. Menjadi penghormatan dan rasa syukur atas turunnya para Dewa.

BACA JUGA: Hari Raya Galungan Pada Bulan Kemerdekaan, Dirjen Bimas Hindu Ajak Untuk Perkuat Semangat Persatuan

Belum selesai. Tarian Topeng Sidakarya menjadi penutup. Salah satu tarian yang wajib ada dalam upacara besar yang menyimbolkan kesabaran.

Kategori :