Kini, nasib TikTok Shop di ujung tanduk. Aplikasi media sosial asal Tiongkok itu harus memisahkan fitur e-commerce mereka. Pemerintah memberi tenggat waktu seminggu.
ATURAN itu berarti nasib 13 juta pedagang online di TikTok Shop terkatung-katung. Tapi, apa boleh buat.
Kementerian Perdagangan sudah meneken Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Peraturan terebut diterbitkan lantaran negara ingin melindungi pelaku UMKM di pasar-pasar tematik. Mereka mengeluhkan sepinya pembeli. Bahkan banyak toko yang gulung tikar.
Fenomena itu ditengarai akibat adanya permainan harga di TikTok Shop. Harga-harga barang dijual rugi (predatory pricing). Terutama komoditas tekstil.
BACA JUGA: Super Simpel! Ini Cara Mengikuti Tren Make-up 242 yang Jadi Ramai di TikTok
"Padahal nggak semua seller yang kayak gitu," ujar Sofia Nailul, salah satu pelaku UMKM di TikTok Shop, saat dihubungi Harian Disway, Jumat, 30 September 2023. Memang ada pedagang yang berani jual rugi.
Mereka biasanya kulak barang dari supplier barang-barang impor. Itu pun hanya barang-barang tertentu. Didominasi pakaian dan sabun-sabun perawatan kecantikan. Juga printilan lain semacam aksesori.
Tangga yang menghubungkan antar lantai di Pasar Kapasan yang dulu ramai para pengunjung untuk berbelanja kini terlihat sepi, sebagaimana yang tampak pada 27 September 2023. -M Zaky Ma'ruf-
Kebanyakan supplier itu mengimpor dari Tiongkok dan Thailand. Harganya memang jauh lebih murah dari harga di pasaran. Wajar bila mereka berani banting harga.
Karena itulah, kata Sofi, seharusnya kebijakan tidak dipukul rata. Harus memikirkan pedagang online yang bersusah payah bermain fair. Yang jumlahnya juga tak sedikit.
Bahkan, banyak dari mereka yang kesejahteraannya terdongkrak. Seperti yang dialami Sofi. Perempuan yang tinggal di Surabaya Barat itu menjual berbagai parfum ruangan dengan kemasan bintang-bintang K-POP.
Barangnya hasil produksi sendiri. Bahan-bahannya pun dibeli dari toko-toko lokal. Lalu diolah sedemikian rupa. Penghasilannya lumayan bagi perempuan seusianya.
Rata-rata bisa meraup omzet paling sedikit Rp 10 juta per bulan. Bahkan, kini membawahi tiga karyawan. “TikTok Shop itu sangat membantu. Memudahkan banget kalau untuk promosi,” terang sarjana ilmu komunikasi yang baru diwisuda September itu.
Dia merintis akun TikTok sejak awal tahun lalu. Sudah diikuti 27 ribu akun. Jumlah posting-an yang disukai pun tembus 2 juta. Tentu, Sofi telah susah payah membangun akunnya. Setiap hari minimal harus bikin satu konten.
Telah banyak waktu yang dihabiskan. Belum lagi untuk live streaming setiap hari. Semua upaya ini dilakukan agar dagangannya laris.
Bagi Sofi, TikTok Shop menjadi e-commerce andalan. Sistem hingga fitur-fitur yang tersedia sangat memudahkan pedagang menarik para pelanggan. “Apalagi kalau konten kita pernah FYP, pasti langsung banjir order,” tutur Sofi.