Dewi menjawab, dia ingat karena itulah hari perayaan Kemerdekaan RI, dan dia melihat Arghi datang ke konter.
Dewi: ”Saya lihat dari jendela (rumah Dewi). Oh…. Arghi udah datang ke konter. Terus, saya masuk rumah lagi.”
Lalu, lanjut Dewi, sepanjang malam itu Arghi tidak keluar lagi. Mungkin tidur di dalam konter. Dewi tahu itu karena pintu konter adalah rolling door, yang kalau dibuka suaranya berisik sekali, terutama pada tengah malam di Purwakarta yang tidak terlalu ramai.
Dewi. ”Saya tidur jam 5 subuh, nonton drama Korea. Jadi, sepanjang malam itu Arghi gak keluar lagi.”
Dia mengaku tidur sebentar. Lantas, pukul 08.00 WIB (Minggu, 18 Agustus 2023) Dewi melihat Arghi menjemur pakaian. ”Saya lihat Arghi menjemur handuk,” ujar Dewi.
Maka, ketika Polda Jabar mengumumkan bahwa Arghi tersangka pembunuhan Tuti dan Amelia, bahkan dikabarkan Arghi ikut menyeret tubuh korban untuk dimasukkan ke bagasi Alphard di rumah korban di Subang, Dewi menyatakan heran.
Dewi: ”Saya heran baca berita Arghi tersangka. Akhirnya Arghi meminta saya jadi saksi dan saya mau. Kesaksian saya sudah dicatat polisi.”
Saksi alibi berperan sangat penting dalam perkara pembunuhan. Kesaksian saksi alibi bisa membebaskan tersangka. Tapi, tentunya penyidik akan menyelidiki, apakah kesaksian Dewi benar. Tidak bohong. Polisi punya cara untuk menyelidiki itu.
Kalaupun bohong, semestinya Dewi tahu risikonya bahwa kesaksian bohong adalah pelanggaran pidana. Saksinya bisa dihukum penjara. Logikanya, mengapa Dewi bohong, seumpama dia bohong? Ada apa dengan Dewi?
Mungkin kesaksian Dewi itu dipercaya penyidik. Terbukti, ketika prarekonstruksi di TKP, tidak ada peran Mimin, Arghi, dan Abi. Di situ yang berperan sebagai pelaku dan pelaku pembantu adalah Yosep dan Danu.
Betapa pun, polisi kelihatan bersikap sangat hati-hati dalam menangani perkara ini. Maka, berproses sangat lambat. (*)