Informasi dan Komunikasi
Hakikat kampanye adalah menyebarkan informasi berupa gagasan atraktif. Penyebaran informasi sesat dan pola komunikasi sepihak bersifat black campaign kerap mewarnai kampanye. Kampanye hitam menyerang dengan sengaja serta berniat menjatuhkan atau bahkan membunuh karakter lawannya.
Selain itu, ada informasi bersifat deepfake yang penuh kebohongan dan menyesatkan masyarakat. Itu adalah pelanggaran serius terhadap etika. Pola komunikasi gagasan capres harus disampaikan jujur. Sebab, kejujuran merupakan faktor kunci kampanye pilpres yang beretika.
Dalam berkampanye, calon harus secara akurat menyatakan pandangan terhadap diri sendiri maupun lawan berbasis data yang dapat diakses. Kehebatan diri bisa ditonjolkan tanpa harus merendahkan pihak lawan sehingga masyarakat menilai calon bersifat elegan.
Sekali lagi, kejujuran merupakan faktor esensial dalam etika untuk menarasikan kualifikasi dan kelayakan sebagai pemimpin bangsa. Melebih-lebihkan prestasi sah, tetapi tetap harus apresiatif atau menghargai pihak lawan. Itu merupakan jalan untuk meraih kehormatan diri.
Kehormatan diri dapat diperoleh dengan menunjukkan karakter sejati yang lebih baik, tetapi tetap tak menjatuhkan kehormatan lawan. Capres harus memandang kampanye sebagai sarana edukasi bagi masyarakat untuk memilih pemimpin tak sekadar cakap, tetapi juga santun.
Edukasi politik dalam kampanye pilpres sangat penting diperhatikan lantaran pemilih terbesar kali ini terdiri atas generasi muda. Kaum milenial dan generasi Z (gen Z) mendominasi komposisi jumlah penduduk nasional sebagai sasaran potensial.
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, gen Z yang lahir pada periode 1997–2012 mendominasi jumlah penduduk dengan jumlah sekitar 74,93 juta jiwa (27,94 persen total penduduk). Secara psikologis, Gen Z berusia muda hingga remaja di awal masa mencari identitas atau jati diri.
Gen Z harus diedukasi dengan teladan etika kuat karena berpotensi membawa bangsa dan negara meraih kemajuan dan perubahan yang lebih baik di masa depan. Capres berpeluang untuk menjadikan remaja Indonesia sebagai warga yang menjunjung tinggi etika dan kehormatan.
BPS juga menyajikan data kaum milenial yang lahir 1981–1996 berada di urutan kedua setelah gen Z. Jumlah milenial 69,38 juta jiwa atau 25,87 persen dari total penduduk. Pemilih lainnya terdiri atas generasi X (lahir 1965–1980) berjumlah 58,65 juta jiwa dan baby boomer (lahir 1946–1964) berjumlah 31,01 juta jiwa.
Kesempatan emas bagi capres menarik simpati pemilih lintas generasi, khususnya gen Z dan kaum milenial. Simpati dapat diraih dengan menunjukkan jati diri sejati berdasar nilai-nilai kebangsaan serta berperilaku etis.
Perilaku
Selama kampanye, bukan hanya capres dan tim sukses yang terlibat. Namun, juga pendukung atau konstituen. Dalam keriuhan dan euforia, tak sadar keluar ujaran dan aksi melampaui batas etika. Capres menanggung beban moral dan bertanggung jawab atas berbagai ucapan dan tindakannya.
Bukan hanya penggalangan massa selama masa kampanye, standar etika juga berlaku atas dampak yang ditimbulkan. Tindakan melanggar etika atau bahkan anarkis yang didorong oleh hasutan selain tak edukatif juga merusak marwah pilpres yang menjunjung tinggi kehormatan.