Urgensi Etika dalam Kampanye Pilpres

Senin 20-11-2023,21:29 WIB
Oleh: Isnaini Rodiyah-Jusuf Irianto

ADA sebagian kalangan yang pesimistis bahwa etika bagaikan benang basah yang mustahil ditegakkan. Namun, dengan tekad dan kemauan kuat, semua bisa diwujudkan. Tekad penegakan etika sangat urgen menyongsong kampanye pemilihan legislator maupun pemilihan presiden (pilpres).

KPU telah menetapkan Peraturan Kampanye Pemilihan Umum (PKPU) 2024 melalui PKPU 15/2023 tentang kampanye Pemilu 2024. Diatur pula jadwal kampanye, yakni 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, serta jadwal kampanye pilpres jika terjadi putaran kedua pada 2 sampai 22 Juni 2024.

BACA JUGA: Arti Finger Heart Gibran Saat Dapat Nomor Urut Pilpres 2024

Dalam kontestasi yang penuh dengan persaingan sengit, pihak yang mencalonkan diri sebagai presiden sangat berambisi. Ambisi itu diarahkan oleh tim sukses yang fokus pada capaian akhir, yakni kemenangan, sehingga mampu mencapai tampuk kekuasaan tertinggi di negeri tercinta ini.

Sayang, cara-cara tim sukses diduga berpendekatan Machiavelis: mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara dalam berkampanye. Tak peduli langkah menuju kesuksesan tersebut menabrak aturan perundangan yang sudah ditetapkan, norma, etika, atau kepantasan.

BACA JUGA: TKN Prabowo-Gibran Berburu 22 Juta Suara Anak Muda untuk Menangkan Pilpres Satu Putaran

Karena itu, lembaga pengawas pemilihan harus belajar dari pengalaman masa lalu. Dalam kampanye acap terjadi pelanggaran etika. Tak sekadar penggalangan dana, pelanggaran etika  menyasar penyebaran konten sesat, pola komunikasi, dan perilaku tak etis.

 

Penggalangan Dana  

Semua kegiatan butuh dana besar agar tujuan tercapai. Penggalangan dana kampanye adalah sah meski bukanlah pekerjaan mudah. Sebab itu, ada pihak yang sebetulnya berpotensi dan memenuhi persyaratan, tetapi mundur dari pencalonan karena tak punya modal yang kuat. 

Karena itu, capres yang sudah disahkan KPU patut mempertimbangkan perilaku etis dalam menggalang atau memperoleh dana untuk kampanye. Pertimbangan etika menyangkut sumber dan status pendanaan bersifat mengikat atau bebas tanpa harus menimbulkan kolusi. 

Deal atau kesepakatan dengan pebisnis harus dihindarkan karena berpotensi memicu kasus dan perilaku kolutif di kemudian hari setelah terpilih. Demikian pula sumber pendanaan dari partai politik sebagai pendukung, juga sangat rawan mendorong korupsi.

Pertimbangan etika menggalang dana terkait dengan perseorangan atau kelompok terlarang untuk dilibatkan. Mafia judi atau kelompok kejahatan narkoba contohnya. Dana berasal dari pejabat publik juga harus diperlakukan hati-hati terkait motif pemberian dukungan.

Sumbangan yang berasal dari pihak-pihak tertentu umumnya mengandung ekspektasi atau quid pro quo. Donatur berharap agar calon yang menerima dana akan memberikan prioritas kebijakan yang menguntungkan. Harus diingat pepatah ”tak ada makan siang gratis”.

Makan siang juga dalam arti sebenarnya. Sebagai petahana, Presiden Joko Widodo telah mengundang tiga capres untuk makan siang. Publik menunggu hasil pertemuan informal itu berkesudahan untuk pilpres yang adil dan netral, yakni bebas determinasi dari pihak mana pun. 

Kategori :